Senin, 11 Juni 2012

Kemukjizatan Al-Quran


I.                  PENDAHULUAN

Al-Qur`an sebagai kitab samawi terakhir yang diberikan kepada Muhammad SAW sebagai penuntun dalam rangka pembinaan umatnya sangatlah fenomenal. Lantaran di dalamnya sarat nilai-nilai yang unik, pelik dan rumit sekaligus luar biasa. Hal ini lebih disebabkan karena eksistensinya yang tidak hanya sebagai ajaran keagamaan saja, melainkan ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai semenjak hulu peradaban umat manusia hingga hilirnya.
Diantara nilai-nilai tersebut adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya. Saking pelik, unik, rumit dan keluar biasanya tak pelak ia menjadi objek kajian dari berbagai macam sudutnya, yang darinya melahirkan ketakkjuban bagi yang beriman dan cercaan bagi yang ingkar.


Namun demikian, seiring dengan waktu dan kemajuan intelkstualitas manusia yang diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, sedikit demi sedikit nilai-nilai tersebut dapat terkuak dan berpengaruh terhadap kesadaran manusia akan keterbatasan dirinya, sebaliknya mengokohkan posisi Al-Qur`an sebagai kalam Tuhan yang Qudus yang berfungsi sebagai petunjuk dan bukti terhadap kebenaran risalah yang dibawa Muhammad. Serentetan nilai Al-Qur`an yang unik, pelik, rumit sekaligus luar biasa hingga dapat menundukkan manusia dengan segala potensinya itulah yang lazimnya disebut dengan MUKJIZAT.
Kata mukjizat dalm Kamus Besar Indonesia diartikan sebagai “keadaan ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia”. Pengertian ini tidak sama dengan pengertian kata tersebut dalam istilah agama Islam.

II.               PEMBAHASAN
A.    Definisi Kemukjizatan Al-Quran
Kata mukjizat terambil dari kata bahasa Arab اعجز (a’jaza) yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam pihak lawan, maka ia dinamai معجزة (mu’jizat). Tambahan (ة) ta’ marbuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubhalaghah (superlatif).
Unsur-unsur yang menyertai mukjizat, yaitu:
1.      Hal atau peristiwa yang luar biasa
2.      Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku nabi.
3.      Mengandung tantangan trhadap yang meragukan kenabian.
4.      Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
Al-Quran menginformasikan beberapa hal yang bersifat suprarasional yang terjadi atau dialami melalui Nabi Muhammad SAW, seperti misalnya genggaman pasir yang beliau lontarkan kepada kaum musyrik dalam Perang Badr, sehingga menutupi pandangan mereka. Lemparan tersebut dijelaskan oleh Allah dengan firman-Nya:

Bahkan engkau yang melempar ketika melempar, tetapi Allah lah yang melempar. (QS. Al-Anfal [8]: 17).
Namun semua itu bukan mukjizat yang dipaparkan untuk menantang yang ragu, tetapi itu merupakan anugerah Allah SWT kepada Nabi-Nya sekaligus dan bantuan bagi umat Islam.
Jika kita berkata “mukjizat Al-Quran” maka ini berarti bahwa mukjizat (bukti kebenaran) tersebut adalah mukjizat yang dimiliki atau yang terdapat dalam Al-Quran, bukan bukti kebenaran yang datang dari luar Al-Quran atau faktor luar. Al-Quran biasa didefinisikan sebagai “firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai redaksi-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.
Pertama; kejadian luar bisaa yang “sukar” dijangkau oleh kemampuan manusia, pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana ke-luar bisaaan mukjizat? Dan kata “sukar” pada definissi diatas menimbulkan probability tentang adanya kemungkinan bahwa manusia akan bisa sampai pada maqom sukar tersebut, bila demikian masihkah disebut mu’jizat?.
Dalam bukunya yang berjudul “Mukjizat Al-Qur`an” Quraish Shihab menjelaskan bahwa kejadian luar bisaa yang dimaksud adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang terdapat secara umum pada hukum-hukum alam (sunatullah) yang diketahui oleh manusia. Namun demikian penulis lebih berpendapat bahwa semua keajaiban yang terjadi di alam termasuk mukjizat semuanya adalah rasional artinya bahwa sebenarnya akal mampu menerima kebenaran logis terhadap mukjizat. Hal ini didasarkan pada beberapa ayat dalam Al-Qur`an yang menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa yang gaib termasuk konsekuensi dari pahala dan dosa yang akan diterima oleh manusia besuk di hari pembalasan tetapi kenyataannya banyak manusia tidak percaya, tepatnya dalam QS: Yunus: 39
Dalam pengertian lain bahwa pengetahuan manusia tentang hukum sebab-akibat yang terdapat di alam hanyalah sebagian kecil dari hukum-hukum sebab akibat yang ada dalam pengetahuan Tuhan. Sebagai contoh adalah untuk mendapatkan hasil angka 7 bisa melalui 4+3 = 7 (hukum alam yang dapat diketahui manusia), sedangkang masih banyak sebab-akibat dari hasil angka 7 yang tidak dapat diketahui manusia karena keterbatasan pengindraan. Misalnya 3+3+1=7, (2×2)+3=7, 10-3=7, 100-99+(2×2)+2=7 dst, yang semua sebab-akibat tersebut ditunjukkan oleh Tuhan maka manusia akan mampu memahaminya. Oleh karena itu termasuk kata “sukar” di atas kurang tepat. Karena yakin bahwa manusia dibatasi oleh hukum-hukum alam yang melekat pada dirinya. Tetapi seandainya Allah memberikan penjelasan maka akal akan mampu menerima kebenaran tersebut, namun kenyataannya Allah tak memberikan penjelasan karena ada tujuan-tujuan tertentu yang tak mudah kita pahami.
kedua; melemahkan. Istilah ini juga menggoda pada kita untuk mengkaji ulang. Diantara pendapat datang kaum Sirfah. Abu Ishaq Ibrahim An-Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah seperti al-Murtadha mengatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur`an adalah dengan cara shirfah (pemalingan). Artinya bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menantang Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu, maka pemalingan inilah yang luar bisaa yang selanjutnya pendapat ini di habisi oleh Qadi Abu Bakar al-Baqalani ia berkata: “kalau yang luar bisaa itu adalah shirfah maka kalam Allah bukan mukjizat melainkan Shirfah itu sendiri yang mukjizat” dengan berlandasan pada QS. Al-Isra’:88.
Berbeda dengan pendapat kaum sirfah, penulis lebih memandang melalui kaca mata dilalah siyaqiyah, bahwa makna “melemahkan-dilemahkan ” cenderung mengarah pada konteks menang dan kalah. Hal inilah yang menurut penulis kurang etis. Dan ternyata kata melemahkan معجزة) يعجز–(أعجز tidak terdapat dalam Al-Qur`an. kalimat yang digunakan adalah أيت (tanda-tanda) dan بينات (penjelasan) yang dari kedua kata tersebut menurut Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA. mempunyai dua pengertian pertama; pengkabaran Ilahi (QS.3:118, 252/QS. 6: 4/ QS 10:7dan QS. 2: 159/ QS 3: 86/ QS 10: 150). Kedua; tanda-bukti yang termasuk digolongkan mukjizat (QS. 3: 49/ QS. 7: 126/ QS. 40: 78/ QS. 27: 13 dan QS. 7: 105/ QS. 16: 44/ QS. 20: 72) yang menurut penulis sebenarnya jauh dari makna melemahkan atau bahkan mengalahkan.
ketiga; dibawa oleh seorang nabi. Seandainya peristiwa luar bisaa tersebut terjadi bukan pada nabi meskipun secara fungsi ada kesamaan dengan mukjizat, bisakah disebut mukjizat?. Dalam buku yang sama Quraish Shihab menjelaskan, selain yang membawa nabi kejadian luar bisaa tersebut bukan dinamakan mukjizat. Beliau menambahkan kalau terjadi pada seseorang yang kelak akan menjadi nabi maka disebut Irhash, adakalanya terjadi pada hamba Allah yang taat yang disebut karomah, dan apabila terjadi pada hamba yang durhaka disebut Istidroj (rangsangan untuk lebih durhaka) atau Ihanah (penghinaan). Semua peristiwa tersebut adalah merupakan tanda-tanda dan bukti atas kebesaran Allah agar siapapun yang menyaksikannya baik melalui akal maupun hatinya dapat beriman kepada Allah.
keempat; sebagai bukti kerasulan. Kata “bukti” menyangkut percaya dan tidak percaya, seandainya seseorang telah percaya pada rasul bahwa Ia adalah utusan Allah, adakah masih disebut mukjizat?.
Dari definisi mukkjizat, makna “bukti atau tanda” inilah yang paling utama bukan lemah dan melemahkan karena tujuan risalah (kerasulan) adalah agar seseorang mampu memahami dan meyakini bahwa risalah tersebut benar-benar dari Zat yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Adapaun bagi mereka yang sudah percaya terhadap kerasulan Nabi beserta apa yang disampaikannya yang berupa wahyu dari Tuhan maka peristiwa luar bisaa tersebut tetap disebut mukjizat. Sebab dimensi lain makna mukjizat(ketidak mampuan akal) tetap berlaku pada orang yang sudah percaya tersebut. Oleh karena itu fungsinya disamping sebagai “bukti” juga merupakan penjelasan dan pemantapan terhadap keyakinan seseorang.
kelima; mengandung tantangan. Memang kebanyakan ulama diantara misalnya Syahrur juga melihat QS. Al-Isra’: 88 mengandung tantangan dan tantangan tersebut berakhir pada kelemahan mu’jas, namun hemat penulis bahwa sebenarnya Allah tidak hendak menantang orang-orang kafir. Bagaimana bisa Tuhan menantang mahluknya jelas inpossible, karena maksud dan tujuannya bukan untuk menantang. Dalam ilmu dilaliyah, conten analisis perlu meneropong gaya penuturan Autor, misalnya kalimat ” ayo kalau berani !” ( kondisi marah) mempunyai makna tantangan, sedangkan ” ayo kalau berani ” (kodisi tersenyum) bermakana menguji.

B.     Kadar Kemukjizatan Al-Quran
1.      Terletak pada Al-Quran keseluruhan bukan sebagian.
2.      Kemu`jizatan Al-Quran sedikit atau banyak tanpa diikat dengan surat.
3.      Terletak pada surat yang lengkap meskipun surat itu pendek atau kadarnya dalam bentuk perkataan seperti satu ayat atau beberapa ayat.
Sebenarnya dari sisi manapun kemukjizatan Al-Qur`an ataupun kadarnya orang yang mengkaji untuk mencari kebenaran yang sejati jika melihat Al-Qur`an dari segala sisi dia akan mencintainya, baik dari sisi metodenya ataupun dari sisi keilmuannya atau juga dari sisi pengaruhnya terhadap kehidupan yang telah merubah wajah sejarah.

C.    Aspek-aspek Kemukjizatan Al-Quran
Apabila kita memihat penegrtian mukjizat Al-Qur’an, maka ada beberapa aspek yang mempengaruhi kemukjizatan Al-Qur’an adalah :

1.      Peristiwa yang luar biasa
Peristiwa-peristiwa alam yang menakjubkan tidak dapat disebut mukjizat, karena merupakan hal yang biasa. Peristiwa yang luar biasa maksudnya adalah peristiwa-peristiwa yang diluar jangkauan hokum-hukum umum.
2.      Dipaparkan oleh seorang nabi
Peristiwa-peristiwa yang luar biasa yang berada didalam diri seseorang belum tentu merupaka mukjizat. Kejadian luar biasa bias dikatakan mukjizat bila berada didalam diri seseorang yang mengaku nabi, sebab mustahil mukjizat berada didalam seseorang diluar nabi. Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir maka mustahil ada mukjizat lagi setelah wafatnya Beliau.

3.      Mengandung tantangan bagi yang meragukan kenabian
Tantangan ini haruslah sejalan dengan apa yang diucapkan oleh nabi, bila berlawanan dengan ucapan nabi maka ini bukanlah merupak mukjizat tapi merupakan istijraj

4.      Tantangan tersebut gagal dilayani
Apabila tantangan ini berhasil dilakukan oleh penantang, maka kejadian ini bukanlah merupakan bentuk kemukjizatan. Perlu diperhatikan bahwa orang yang ditantang tidak akan mampu melakukan perbuatan serupa dengan penantang. Semua kaum yang menantang tidak ada yang mampu melakukan apa yang ditantang oleh nabinya. Sebagai contoh keahlian Nabi Musa yakni merubah tongkat menjadi ular. Kemukjizatan ini sangatlah jelas karena para ahli sihir yang menantang Nabi Musa tidak mampu, kecuali mereka mengaku kalah.

D.    Kemukjizatan Bahasa
Bangsa Arab telah menekuni seni bahasa arab semenjak munculnya bahasa mereka sehingga bahasa Arab mengalami perkembangan–perkembangan yang pesat dan berkembanglah syair-syair, hikmah dan amtsâl. Dan setiap kali bahasa Arab berkembang namun ketika dihadapkan dengan bahasa Al-Qur`an tetap saja tidak bisa menandingi ketinggian nilai sastranya. Maka tidak heran banyak dari pemuka-pemuka Quraisy yang terpukau dengan keindahan bahasa Al-Quran yang pada akhirnya mengantarkan mereka memeluk agama Islam. Itulah ketentuan Allah sebagai bukti kebesarannya yang mana ketika orang membaca dan memahami Al-Qur`an akan muncullah rasa kagum dalam dirinya dan pada saat yang sama ia merasa tidak sanggup menandinginya. Adapun orang-orang yang tertipu oleh angan-angan dan terkena penyakit sombong kemudian berupaya untuk mengalahkan Al-Qur`an mereka selalu mengalami kegagalan.
Kajian mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan dalam bukunya Stilistika Al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam Al-Qur`an dan penggabungannya antara konsonan dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan dalam pengucapannya. Lebih lanjut –dengan mengutip Az-Zarqoni- keserasian tersebut adalah tata bunyi harakah, sukun, mad dan ghunnah(nasal). Dari paduan ini bacaan Al-Qur`an akan menyerupai suatu alunan musik atau irama lagu yang mengagumkan. Perpindahan dari satu nada ke nada yang lain sangat bervariasi sehingga warna musik yang ditimbulkanpun beragam. Keserasian akhir ayat melebihi keindahan puisi, hal ini dikarenakan Al-Qur`an mempunyai purwakanti beragam sehingga tidak menjemukan. Misalnya dalam surat Al-Kahfi(18: 9-10) yang diakhiri vocal “a”
9.  Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim[872] itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan kami yang mengherankan?. 10. (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS. Al-Kahfi : 9-10)
dan diiringi konsonan yang berfariasi, sehingga tak aneh kalau mereka (masyarakat Arab) terenyuh dan mengira Muhammad berpuisi. Namun Walid Al-mughiroh membantah karena berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang ada, lalu ia mengira ucapan Muhammad adalah sihir karena mirip dengan keindahan bunyi sihir (mantra) yang prosais dan puitis. Sebagaimana pula dilontarkan oleh Montgomery Watt dalam bukunya “bell’s Introduction to the Qoran” bahwa style Quran adalah Soothsayer Utterance (mantera tukang tenung), karena gaya itu sangat tipis dengan ganyanya tukang tenung, penyair dan orang gila. Terkait dengan nada dan lagam bahasa ini, Quraish Shihab mngutip pendapat Marmaduke -cendikiawan Inggris- ia mengatakan bahwa Al-Qur`an mempunyai simponi yang tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian dilanjutkan dengan lagam yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang.
Dari pemilihan kata dan kalimat misalnya, Al-Qur`an mempunyai sinonim dan homonym yang sangat beragam. contohnya kata yang berkaitan dengan perasaan cinta. علق diungkapkan saat bertatap pandang atau mendengar kabar yang menyenangkan, kemudian jika sudah ada perasaan untuk bertemu dan mendekat menggunakan ميل, seterusnya bila sudah ada keinginan untuk menguasai dan memiliki dengan ungkapan مودة, tingkat berikutnya محبة, dilanjutkan dengan خلة, lalu الصبابة , terus الهوى , dan bila sudah muncul pengorbanan meskipun membahayakan diri sendiri namanya العشق , bila kadar cinta telah memenuhi ruang hidupnya dan tidak ada yang lain maka menjadi التتيم , yang semua itu bila berujung pada tarap tidak mampu mengendalikan diri, membedakan sesuatu maka disebut وليه . Yang semua kata-kata tersebut mempunyai porsi dan efek makna masing-masing. Meminjam bahasanya Sihabuddin disebut lafal-lafal yang tepat makna artinya pemilihan lafal-lafal tersebut sesuai dengan konteksnya masing-masing. Misalanya, dalam menggambarkan kondisi yang tua renta (Zakaria) dalam QS. Maryam: 3-6, Wahanal ‘Azmu minni bukan Wahanal lahmu minni. Juga Wasyta’alar-ra’su syaiba (uban itu telah memenuhi kepala) bukan Wasyta’alas- syaibu fi ra’si (uban itu ada di kepala).
Tidak ada satu orangpun dari bangsa Arab yang beralasan untuk tidak perlu melakukan penentangan terhadap al-Qur`an, walau itu mungkin terjadi, karena sejarah telah mencatat bahwa telah lengkap dan memadainya faktor yang membuat mereka untuk menentang al-Qur`an. Dimana mereka menanggapi risalah kenabian dengan sikap congkak dan angkuh.
Ketika mereka gagal untuk mengalahkan Al-Qur`an mereka mengambil jalan lain dengan menawarkan pada Nabi Muhammad harta, kekuasaan, agar ia menghentikan dakwahnya. Bahkan mereka memboikot Rasulullah dan pengikutnya sehingga mati kelaparan. Mereka juga menunduh nabi sebagai seorang ahli sihir dan orang gila. Merekapun berupaya untuk menangkapnya, mengusirnya dan membunuhnya.
Dan Nabi telah menujukkan mereka satu jalan untuk menghentikan dakwahnya dengan cara mendatangkan perkataan yang serupa dengan Al-Qur`an. Akan tetapi mereka tidak sanggup menempuh jalan itu. Sehingga mereka lebih memilih jalan lain, walaupun mereka terbunuh, ditahan, hidup dalam keaadan miskin, dan kehinaan lebih mereka pilih dari pada harus menentang dakwah Nabi Muhammad dengan cara mendatangkan perkataan serupa Al-Qur`an.
Sebenarnya Al-Qur`an yang mereka tidak sanggup untuk menentangnya, tidaklah keluar dari kaidah-kaidah bahasa mereka, baik dari sisi lafaz, huruf, rangkaian kata, metode. Akan tetapi al-Qur`an dari keindahan bahasanya telah sampai pada satu titik yang membuat lemah kemampuan bahasa yang dimiliki oleh manusia untuk menandinginya.

E.     Kemukjizatan Ilmiah
Al-Quran bukanbukan suatu kitab ilmiah yang sudah dikenal selama ini. Salah satu hal yang membuktikan kebenaran pernyataan diatas adalah sikap Al-Quran terhadap pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat Nabi tentang keadaan bulan:

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan…. (QS. Al-Baqarah [2]: 189)
Menurut ayat itu, mereka bertanya mengapa bulan (sabit) terlihat dari malam ke malam membesar hingga purnama, kemudian sedikit mengecil, hingga menghilang dari pandangan mata. Pertanyaan itu tidak dijawab Al-Qurandengan jawaban ilmiah yang dikenal astronom, tetapi jawabannya justru diarahkan kepada upaya memahami hikmah dibalik kenyataan itu.

....katakanlah, “Yang demikian itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji”…….. (QS. Al-Baqarah [2]: 189).
Namun demikian, karena Al-Quran adalah kitab petunjuk bagi kebahagiaan dunia dan akhirat, maka tidak heran jika di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tersirat dan tersurat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, guna mendukung fungsinya sebagai kitab petunjuk.
Hakikat-hakikat ilmiah yang disinggung Al-Quran, dikemukakannya dalam redaksi yang singkat dan sarat makna, sekaligus tidak terlepas dari ciri umum redaksinya yakni memuaskan orang kebanyakan dan para pemikir. Orang kebanyakan memahami redaksi tersebut ala kadarnya, sedangkan para pemikir melalui renungan dan analisis mendapatkan makna-makna yang tidak terjangkau oleh orang kebanyakan itu.
Kemukzijatan ilmiah yang dimiliki oleh Al-Qur`an bukan terletak pada sisi cakupannya terhadap seluruh aspek teori-teori ilmiah yang akan selalu bertambah dan mengalami perubahan, akan tetapi terletak pada anjurannya untuk selalu berfikir. Al-Qur`an memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya memikirkan penciptaan alam semesta. Maka teori keilmuwan apapun, kaidah apapun, yang akan meneguhkan posisi akal, menguatkan keyakinannya, terwujud dari aplikasi berfikir yang sehat sebagaimana yang dianjurkan Al-Qur`an. Al-Qur`an menjadikan upaya berfikir terhadap penciptaan alam semesta sebagai bentuk sarana menumbuhkan dan menambah keimanan pada Allah Swt. Al-Qur`an juga telah mengangkat posisi muslim dengan keutamaan ilmu.

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dengan demikian jelas bagi kita bahwa kemukjizatan ilmiah Al-Qur`an menuntun untuk berfikir dan membuka untuk kaum muslimin pintu-pintu pengetahuan, dan mengajak mereka untuk berkontribusi di dalamnya, berkembang dan menerima setiap inovasi yang dimunculklan dari penemuan-penemuan ilmiah. Begitulah isyarat-isyarat ilmiah dalam Al-Qur`an yang datang dalam bentuk petunjuk ilahi agar manusia mencari dan terus melakukan berbagai perenungan.

F.     Kemukjizatan Tasyri’
Islam datang membawa keadilan, membawa syariat untuk menciptakan kenyamanan dalam hidup bermasyarakat. Dalam pembentukan masyarakat yang baik tidak dapat terlepas dari upaya awal untuk membentuk dan mendidik kepribadian yang baik pula. Sehingga bila setiap individu yang menjadi anggota masyarakt telah baik, secara tidak langsung kebaikan itu akan memunculkan kebaikan koletif.
Al-Qur`an menuntun setiap muslim untuk memegang teguh ketauhidan yang merupakan landasan pokok dalam beramal. Ketauhidan ini akan menjauhkan dirinya dari keyakinan terhadap khurafat, keraguan, dan dari menjadi budak nafsu serta penyembahan terhadap syahwat. Sehingga ia menjadi seorang hamba yang bersih keyakinannya pada Allah. Yang hanya patuh dan tunduk pada Tuhan yang satu. Tidak butuh kepada selainNya. Tuhan yang memiliki kesempurnaan. Yang darinya datang segala kebaikan untuk segenap makhlukNya. Dialah tuhan yang satu, pencipta yang satu, yang maha kuasa atas segala sesuatu.
Apabila akidah seorang muslim telah lurus dan benar maka hendaklah ia mengambil konsep hidupnya sesuai dengan tuntunan syariat yang dinyatakan dalam Al-Qur`an. Setiap ibadah fardhu yang ditujukan untuk kemaslahatan individu akan tetapi pada waktu yang bersamaan ia juga bertujuan untuk kemaslahatan hidup bersama.
Ibadah shalat bertujuan untuk mencegah seseorang dari berperilaku keji dan mungkar.

Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabuut [29]: 45)
Dengan terlaksananya shalat dengan baik, akan terpancarlah pada diri seorang muslim sikap yang baik pula, tenang dan membawa kedamaian pada orang yang ada disekitarnya. Zakat membuang dari diri sikap bakhil, kecintaan pada dunia, ketamakan pada harta. Disisi lain zakat akan menjadi sarana saling tolong menolong antara yang kaya pada yang miskin. Dimana yang kaya memberikan sebahagian dari hartanya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan dan berhak. Ibadah haji adalah sarana untuk latihan diri menempuh kesulitan. Pada saat haji semua manusia akan berkumpul pada satu tempat, semuanya dengan pakaian yang sama, dan tidak ada yang membedakan mereka kecuali ketakwaan. Sedangkan puasa melatih seseorang untuk mengendalikan hawa nafsunya. Ketika berpuasa seseorang akan dilatih untuk menahan amarahnya. Disamping itu akan terlatih kejujurannya. Semua ibadah diatas bila dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya akan melahirkan dalam diri setiap muslim pribadi yang soleh, Al-Qur`an juga mengajarkan untuk berlaku sabar, jujur, bersikap adil, ihsan, memaafkan orang lain dan sikap-sikap mulia lainnya.

III.           KESIMPULAN
Menanggapi masalah definisi mukjizat yang telah dihadirkan para ulama, penulis lebih cenderung pada makna “bukti”, hal ini didasarkan pada bahwa kata “mukjizat” tidak ditemukan dalam al-quran melainkan kata “ayat”. Bukti-bukti inilah yang luar biasa sehingga manusia khusunya masyarakat Arab ketika itu bertekuk lutut atau paling tidak sebenarnya mereka mengakuinya. Diantara bukti-bukti yang luar biasa tersebut adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya.
Ditilik dari kebahasaan, Al-Qur`an mempunyai kandungan makna luar biasa baik yang dihasilkan dari pemilihan kata, kalimat dan hubungan antar keduanya, efek fonologi terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau efek fonologi terhadap makna yang ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat makna. Ditambah lagi adanya keseimbangan redaksinya serta keseimbangan antara jumlah bilangan katanya. Sehingga tak heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek simbul yang sangat kominikatif lagi fenomenal.
Tak kalah serunya Al-Qur`an dilihat dari demensi ilmiyah. Bagaimana Al-Qur`an mendiskripsikan tentang reproduksi manusia, hal ihwal proses penciptaan alam beserta frora dan faunanya tentang awan peredaran matahari dan seterusnya yang semua itu dapat dibuktikan keabsahannya melalui kacamata ilmiyah, sehingga menujukkan bahwa Al-Qur`an sejalan dengan rasio dan akal manusia.
Adanya kisah-kisah misterius dalam Al-Qur`an, menempatkannya sebagai ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai mulai hulu peradaban umat manusia hingga hilirnya. Bahwa peristiwa-peristiwa tersebut sengaja dihadirkan oleh Tuhan agar manusia mampu menjadikannya sebagai ‘ibrah kehidupan. Ia merupakan sebuah metode yang dipilih Tuhan untuk menuangkan nilai yang terkandung didalamnya.
Keistimewaan Al-Qur`an yang paling esensi adalah petunjuk hukum secara kooperatif, komprehensif dan holistik baik yang berkenaan masalah akidah, agama, sosial, pilitik dan ekonomi yang secara umum bertolak pada azaz keadilan dan keseimbangan, baik secara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat atau manusia sebagai indifidu, social masyarakat atau dengan Tuhannya. Demikianlah yang dapat penulis paparkan dan akhirnya wallahu ‘alam bish-shawab.



DAFTAR PUSTAKA

¯  Ash Showy, Ahmad (et.al). Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunah tentang IPTEK. GP Jakarta . Cet. Ke IV. 1999
¯  Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 596, Balai Pustaka Jakarta, Cet. Ke II 1989
¯  Munawar, Said Aqil.  Al-Qur`an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta : Ciputat Press. Cetakan ke 2 Agustus 2002
¯  Qulyubi, Shihabuddin. Stilistika Al-Qur`an. Yogyakarta : Titan Ilahi Perrs.  cetakan 1 November 1997
¯  Syihab, Quraish, M. 1994. Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan.
¯  Syihab, Quraish, M. 1997. Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Mizan.

1 komentar:

syams mengatakan...

artikel yang sangat bagus masyarakat harus tau, main juga ke blog saya
http:/kampustujuan.blogspot.co.id/

Posting Komentar