Selasa, 10 April 2012

E-Learning


1.        Pendekatan E-learning

E-learning menjadi salah satu media pembelajaran yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Disaat zaman telah berkembang, teknologi sudah semakin maju, dimana tidak ada lagi sekat dan celah antara ruang dan waktu. Dahulu, interaksi antara pendidik dan peserta didik hanya bisa dilakukan dua arah, dengan cara bertatap muka langsung. Hal ini pastinya dibatasi ruang dan waktu.
Namun sekarang belajar sudah semakin mudah, dengan pembelajaran berdasarkan pendekatan e-learning. Sebuah pendekatan pembelajaran berbasis elektronik. Dimana tidak perlu lagi adanya tatap muka antara pendidik dengan peserta didik.


1.1  Pengertian e-learning
Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet.
Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : e-learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
1.2  Filosofi e-learning
Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
1.3  Kedudukan e-learning dan Teknologi Pendidikan
Munculnya media-media baru dalam kegiatan pembelajaran, seperti OHP, LCD proyektor, penggunaan komputer, pengunaan peralatan laboratorium, semua itu membawa nuansa baru dalam dunia pendidikan.
Masyarakat menyambut baik akan inovasi dalam pendidikan ini. Menelusuri perkembangannya, e-learning atau pembelajaran elektronik pertama kali diperkenalkan oleh Universitas Illinois di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem instruksi berbasis komputer (computer-assisted instruction) dan komputer bernama PLATO. Sejak itu, perkembangan E-learning dari masa ke masa adalah sebagai berikut:
1.             Tahun 1990 : Era CBT (Computer-Based Training) di mana mulai bermunculan aplikasi e-learning yang berjalan dalam PC standlone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Isi materi dalam bentuk tulisan maupun multimedia (Video dan Audio) dalam format mov, mpeg-1, atau avi.
2.             Tahun 1994 : Seiring dengan diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994 CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara massal.
3.             Tahun 1997 : LMS (Learning Management System). Seiring dengan perkembangan teknologi internet, masyarakat di dunia mulai terkoneksi dengan internet. Kebutuhan akan informasi yang dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai kebutuhan mutlak , dan jarak serta lokasi bukanlah halangan lagi. Dari sinilah muncul LMS. Perkembangan LMS yang makin pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS yang satu dengan lainnya secara standar. Bentuk standar yang muncul misalnya standar yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Commettee), IMS, SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
4.             Tahun 1999 sebagai tahun Aplikasi E-learning berbasis Web. Perkembangan LMS menuju aplikasi e-learning berbasis Web berkembang secara total, baik untuk pembelajar (learner) maupun administrasi belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan dengan situs-situs informasi, majalah, dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya dengan perpaduan multimedia , video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar, dan berukuran kecil.
Pada awal 1990-an, di saat komputer telah terkoneksi dengan internet, keterbatasan literatur, informasi yang ada di perpustakaan, serta toko-toko buku tidaklah menjadi halangan bagi seorang untuk mendapatkan ilmu. Menurut Kamarga (2004) inovasi tersebut tidak sekedar memberi kemudahan mengakses informasi, akan tetapi merubah pola pikir, kebisaaan atau sikap seseorang sehingga telah merubah paradigma.
1.4  Ciri-Ciri Pembelajaran E-learning
Secara spesifik, ada beberapa ciri-ciri pembelajaran e-learning, antara lain:
Ø  E-learning merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memberi penekanan pada penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara online
Ø  E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar tradisional (model belajar klasikal, kajian terhadap buku tes, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan global
Ø  E-learning tidak berarti menggantikan sistem belajar klasikal yang dipraktikkan, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan informasi tentang substansi (content) dan pengembangan teknologi pendidikan
Ø  Kapasitas pembelajaran sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada bentuk konten serta alat penyampaian informasi atau pesan-pesan pembelajaran dan gaya belajar. Bilamana konten dikemas dengan baik dan didukung dengan alat penyampai informasi dan gaya belajar secara serasi, maka kapasitas belajar ini akan lebih baik yang pada gilirannya akan memberikan hasil yang lebih baik (Cesco, 2001)

 1.5  Bahan Belajar Berbasis  E-learning
Konsep belajar berbasis e-learning dikembangkan berdasarkan teori kognitif dan teori pembelajaran yang dinyatakan dalam teori-teori sebagai berikut:
1.      Adaftive Learning Theory
Adaftive Learning Theory, mengisyaratkan bahwa para siswa memasuki proses pembelajaran pada tahap pencapaian dan pengalaman yang berbeda. Untuk itu guru perlu menggunakan berbagai bahan dan strategi pembelajaran untuk memenuhi pencapaian dan pengalaman yang berbeda tersebut.
2.      Preferred Modality Theory
Mengisyaratkan bahwa para siswa memiliki kecenderungan modalitas belajar yang berbeda. Modalitas pemahaman antar siswa satu dengan siswa lain berbeda. Karena itu perangkat lunak e-learning harus memperhatikan modalitas belajar siswa dan berupaya menampilkan kombinasi teks, grafik, suara dan animasi dengan lebih menarik serta relevan dengan tujuan pembelajaran.
3.      Cognitive Flexibility Theory
Mengisyaratkan bahwa suatu bidang dapat dipelajari dengan lebih mudah dan lebih mendalam serta lebih efektif bila para siswa menggunakan proses belajar dengan cara non-linear. Hal ini bermakna bahwa suatu bidang yang dipelajari mencakup berbagai aspek dan domain yang saling berkaitan.

1.6  Pendekatan-Pendekatan Pedagogik Dalam E-learning
          Secara umum, teknologi komunikasi dapat dikategorikan sebagai synchronous dan asynchronous. Asynchronous merupakan aktivitas yang menggunakan teknologi dalam bentuk blogs, wikis, dan discussion boards. Asynchronous memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan ide, bertukar ide antara partisipan dengan partisipan lain  pada waktu yang sama. Sebagai contoh, penggunaan e-mail dan mailing list (milis). Dalam arti singkat, asynchronous dapat dikatakan penerimaan pesan tidak harus dalam waktu yang bersamaan.
          Berbeda dengan synchronous, dimana partisipan harus dalam satu waktu dalam aktivitas menerima dan mengirim pesan. Contohnya yaitu virtual class, dimana sang pendidik dengan peserta didik, melakukan komunikasi dalam waktu yang bersamaan, serta dapat bertukar inforrmasi,walaupun di tempat yang berlainan, atau dalam arti sempit, synchronous diartikan sebagai percakapan online.
          Namun, pendekatan pembelajaran dengan metode e-learning dikhawatirkan dapat mengurangi esensi belajar. Unsur unsur pedagogis antara guru dengan siswa.dapat pudar.
Pendekatan pedagogi yang diterapkan dalam e-learning, yaitu:
v  Instructional design, dimana pembelajaran lebih terfokus pada kurikulum yang dikembangkan dengan menitikberatkan pada pendekatan pendidikan kelompok atau guru secara perorangan
v  Social constructivist, merupakan pendekatan pedagogi yag pada kebanyakan aktivitasnya dilakukan dalam bentuk forum-forum diskusi, blogs, wikis, dan aktivitas-aktifitas kolaboratif online
v  Laurillard’s conversational Model, merupakan salah satu bentuk pendekatan pedagogi yang menitikberatkan pada penggunaan bentuk-bentuk diskusi langsung secara luas
v  Cognitive perspective lebih difokuskan pada pengembangan dimensi-dimensi emosional pembelajaran, seperti motivasi, engagement, model-model permainan dan lain-lain.
v  Behavior perspective menitikberatkan pada ketrampilan dan oerilaku yang dihasilkan dari proses belajar.
v  Contextual perspective difokuskan pada penataan faktor instrumental dan sosial lingkungan yang dapat mendorong terjadinya proses belajar.bentuk-bentuk nyata ini seperti interaksi dengan orang lain, model-model kolaboratif dan sebagainya.

 2.        Pendekatan (Strategi) Belajar Aktif
2.1  Pengertian pendekatan belajar aktif

Strategi merupakan istilah lain dari pendekatan, metode atau cara. Di dalam kepustakaan pendidikan istilah-istilah tersebut di atas sering digunakan secara bergantian. Menurut Udin S. Winataputra & Tita Rosita ( 1995: 124) istilah strategi secara harfiah adalah akal atau siasat. Sedangkan strategi pembelajaran diartikan sebagai urutan langkah atau prosedur yang digunakan guru untuk membawa siswa dalam suasana tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya.
Sedangkan pembelajaran aktif menurut Hisyam Zaini, Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani (2007:xvi) adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Di sisi lain, Silberman (2006:35-41) menyatakan lingkungan fisik dalam kelas dapat mendukung atau menghambat kegiatan belajar aktif. Sehingga dari pernyataan tersebut perlengkapan kelas perlu disusun ulang untuk menciptakan formasi tertentu yang sesuai dengan kondisi belajar siswa. Namun begitu  di tidak ada satu susunan atau tata letak yang mutlak ideal, namun ada banyak pilihan yang tersedia. Sepuluh kemungkinan susunan tata letak meja dan kursi yang disarankan sebagai berikut: bentuk U, gaya tim, meja konferensi, lingkaran, kelompok pada kelompok, ruang kerja, pengelompokan berpencar, formasi tanda pangkat, ruang kelas tradisional, auditorium. Sejalan dengan pendapat tersebut, Syamsu Mappa dan Anisa Basleman (1994:46) menyatakan penggunaan meja, kursi dan papan tulis berroda lebih memungkinkan berlangsungnya proses interaksi belajar dan membelajarkan yang bergairah.

 2.2     Karakteristik Belajar Aktif

Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

·      Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas,
·      Siswa tidak hanya mendengarkan secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi,
·      Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi,
·      Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi,
·      Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.

2.3 Perbedaan Antara Pembelajaran Tradisional dengan Pembelajaran Aktif
Aspek
Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran Aktif
Peran Guru    ..

Memberi tahu siswa banyak hal.
Memiliki seluruh ilmu untuk diberikan kepada siswa   
Menuntun siswa. Menciptakan kondisi agar sisswa dapat belajar mandiri
Peran Siswa   
Secara pasif menerima ilmu dari guru.
Kosong dan perlu diisi dengan ilmu oleh para guru.   
Belajar mengerjakan dengan membangun pengetahuan mereka secara mandiri melalui penyelesaian sejumlah aktivitas
Metode Belajar   
Formal dan sangat berbeda dari manusia yang belajar secara alami. Mencontoh, menghafal, dan mengingat-mengingat.   
Dikembangkan berdasarkan cara-cara belajar alami, bereksprimen, menemukan, meniru dan berinteraksi.
Materi yang digunakan   
Umumnya papan tulis dan buku cetak.   
Seluruh sumber belajar digunakan secara kreatif.
Interaksi Kelas   
Siswa berinteraksi dengan guru   

Siswa berinteraksi dengan guru dan sesamanya.
Organisasi Kelas   
Para siswa duduk menghadap ke depan papan tulis   
Para siswa duduk bersama pasangan atau dalam kelompok.
Produk Akhir   
Para siswa mengetahui fakta dan mampu memberikan jawaban yang benar   
Para siswa belajar melalui proses menciptakan ide-ide mereka dan mampu memberikan alas an untuk jawaban mereka

2.4     Cara-Cara Mengarahkan Siswa Belajar Aktif

Dari pembahasan di atas, tip – tip dibawah ini dapat digunakan guru untuk mengarah pada strategi pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam  belajar:
1)             Selalu berpenampilan menarik dan penuh wibawa.
Kesan pertama siswa saat bertemu gurunya adalah fisik dari guru tersebut. dengan penampilan yang menarik dan penuh wibawa akan membuat kesan yang positif dari siswa, sehingga dengan mudah guru akan dapat membawa siswa kedalam suasana belajar yang guru inginkan.
2)             Manfaatkan pertemuan pertama dengan siswa untuk perkenalan antar warga kelas, tunjukkan cara-cara belajar matematika yang baik, buatlah kesepakatan (kontrak) terkait norma-norma yang harus dipatuhi oleh warga kelas. 
3)             Buatlah formasi tata letak meja, kursi, pajangan dinding, dan perabot kelas yang lain sesuai dengan kesepakatan warga kelas dan kebutuhan. 
4)             Siapkan semua peralatan  yang akan digunakan di dalam ruang kelas sebelum memulai pembelajaran.
5)             Mulailah proses belajar mengajar dengan materi yang ringan  tetapi menantang yang dapat merangsang siswa turut aktif berfikir. Kemudian masuk pada materi yang akan kita ajarkan dengan senantiasa melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar. Misalkan senantiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang kita ajarkan agar siswa lebih mudah memahami materi yang kita berikan.
6)             Selalu memulai dan mengakhiri pembelajaran tepat waktu serta dengan salam yang menghangatkan, yaitu salam penuh kasih dan hormat.
7)             Gunakan bahasa yang santun, hormat, dan dengan nada bicara yang lembut.
8)             Memahami dan menghormati berbagai perbedaan yang ada.
9)             Menghormati kerahasiaan setiap siswa
10)         Tidak merendahkan dan mencemooh siswa
11)         Memberi kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk bicara dan jangan mengintrupsi pembicaraan siswa
12)         Bila seorang siswa mengemukakan pendapat, jadilah pendengar yang baik dan selanjutnya berikan kesempatan kepada  siswa lain untuk memahaminya dan memberikan komentarnya.
13)         Memahami dan menghormati pendapat setiap siswa, bila perlu melancarkan kritik: gunakan bahasa yang mengayomi, dan bila kritik bersifat pribadi seyogyanya dilakukan di ruang khusus.
14)         Sekali waktu, berilah kesempatan kepada siswa untuk memberikan saran atau kritik guna perbaikan proses pembelajaran. 
15)         Sediakan waktu untuk berkomunikasi dengan siswa di luar kelas.

 3.      Pendekatan Belajar Kooperatif
3.1.Dasar Konsep Pembelajaran Kooperatif
Pendekatan belajar kooperatif sangat dikenal pada tahun 1990-an (Duffy & Cunningham, 1996). Oxford Dictiniory (1992) mendifinisikan kooperasi (cooperation) sebagai “bersedia untuk membantu” (to be assistance or be willing to assist). Kooperatif juga berarti bekerjasama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Menurut slavin (1987), belajar kooperatif dapat membantu siswa dalam mendefinisikan struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan kemitraan yang bersifat kolaboratif (collaborative partnership).
Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.1
Pengelompokan siswa merupakan salah satu strategi yang dianjurkan sebagai cara siswa untuk saling berbagi pendapat, berargumentasi dan mengembangkan berbagai alternatif pandangan dalam upaya kontruksi pengetahuan.
Tiga konsep yang melandasi metode kooperatif :
1.      Team reward : Tim akan mendapat hadiah bila mereka mencapai criteria tertentu yang diterapkan.
2.      Individual accountability: keberhasilan tim tergantung dari hasil belajar individual dari dari semua anggota tim. Pertanggung jawaban berpusat pada kegiatan anggota tim dalam membantu belajar satu sama lain dan memastikan bahwa setiap anggota siap untuk kuis atau penilaian lainnya tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3.      Equal opportunities for success: setiap siswa memberikan kontribusi kepada timnya dengan cara memperbaiki hasil belajarnya sendiri yang terdahulu. Kontribusi dari semua anggota kelompok dinilai.
3.2. Pendekatan belajar kooperatif menganut 4 prinsip utama yaitu :
1.      Saling ketergantungan positif: artinya ketergantungan dalam hal ini adalah keberhasilan kelompok merupakan hasil kerja keras seluruh anggotanya. Setiap anggota berperan aktif dan mempunyai bagian yang sama terhadap keberhasilan kelompok.
2.      Tanggung jawab perseorangan: tanggung jawab ini muncul ketika seorang anggota kelompok bertugas untuk menyajikan yang terbaik dihadapan guru dan teman sekelas lain. Anggota yang tidak bertugas, bisa melakukan pengamatan terhadap situasi kelasm kemudian mencatat hasil agar dapat didikusikan dalam kelompok.
3.      Interaksi tatap muka: bertatap muka merupakan kesempatan yang baik bagi anggota kelompok untuk berinteraksi memecahkan masalah bersama. Anggota dilatih untuk menjelaskan masalah belajar masing-masing, juga diberi kesempatan untuk mengajarkan apa yang dikuasai kepada teman sekelompoknya.
4.      Komunikasi antar anggota : model belajar ini juga menghendaki agar para anggota dibekali dengan ketrampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesedian para anggotanya untuk saling berpendapat tanpa menyinggung perasaan orang lain.
5.      Evaluasi proses secara kelompok ; perlu dijadwalkan waktu khusus untuk mengevaluasi proses kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa kerjasama lebih baik lagi.
Cooperative learning juga suatu model pembelajaran yang menekankan aktivitas kolaboratif siswa dalam belajar yang bebentuk kelompok. Pendekatan belajar kooeratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari sekedar penyamapaian informasi menjadi kontruktif pengetahuan oleh individu melalui belajar berkelompok.
3.3.Model-Model Belajar Kooperatif
Ø  Model STADS (student team achievement division), yaitu :
1.      Sajian guru meliputi penyajian pokok permasalahan, konsep,kaidah dan prinsip bidang ilmu. Penyajian Tanya jawab
2.      Diskusi kelompok dilakukan berdasarkan permasalahan yang disampaikan oleh guru, oleh sekelompok yang hiterogen. Peran guru mengatasi konflik antar anggota.
3.      Setelah pendalaman materi, dilakukan tes/kuis/silang Tanya jawab antar kelompok siswa untuk mengetahui hasil belajar.
4.      Dalam silang Tanya, guru memberi penguatan dalam dialog tersebut
Ø  Model Jigsaw :
1.      Siswa secara individu maupun kelompok (heterogen) mengkaji bahan ajar.
2.      Dibentuk kelompok ahli (homogen) untuk diskusi pendalaman materi.
3.      Kembali kekelompok asal (hetrogen), siswa menjadi pertutor terhadap satu sama lain.
4.      Tes kuis untuk mengukur kemampuan siswa
5.      Diskusi terbuka, guru member penguatan.
Ø  Model TGT (Teams Games Tournament)
1.      Dalam identifikasi masalah atau kasus, siswa dan guru mencoba mengajukan masalah yang berkaitan dengan konsep yang sudah dipelajari dalam pertemuan sebelumnya atau melalui tugas membaca di rumah.
2.      Masalah dipecahkan bersama dalam kelompok
3.      Hasil pemecahan masalah disajikan dalam bentuk turnamen, ada kompetisi untuk penyajian atau pemecahan masalah yang terbaik. Guru dan beberapa murid bisa menjadi dewan juri atau penilai.
4.      Untuk mengukur siswa dilakukan kuis
Belajar kooperatif sangat tepat digunakan dalam penyelaian studi kasus, proyek penelitian dan tugas interaktif yang dimediasikan dalam computer. Belajar kooperatif bermanfaat untuk meningkatkan sikap positif pembelajar terhadap lingkungan belajar termasuk guru , kemauan kerjasama, kemampuan nalar, ketertiban emosional, interaksi antar pembelajar dan dukungan social. Ketrampilan interpersonal adalah factor terpenting yang perlu dibina dalam belajar kooperatif. Para anggota kelompok harus bisa membangun rasa saling percaya melalui komunikasi yang terbuka antar anggota dan jujur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama dalam sebuah kelompok.
3.4.Keunggulan dan Kelemahan Belajar Kooperatif
I. Keunggulan dari belajar kooperatif diantaranya yaitu :
a.       Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru.
b.      SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan.
c.       SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala kekurangan.
d.      SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata(riil).
II. Kelemahan dari belajar kooperatif diantaranya :
a.       Untuk memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning.2
b.      Ciri utama dari SPK adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu , jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi apa yang seharuisnya dipelajari dan dipahami tidak pernah tercapai.
c.       Penilaian yang diberikan dalam SPK berdasarkan kepada hasil kelompok.
d.      Keberhasilan SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang sangat lama.
4.      Pendekatan Kontekstual
4.1. Pengertian Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah  konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas da mendorong siswa membuat hubungan antra pengetahuan yang dimilikinya engan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.3 Siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dalm konteks yang terbatas sedikit demi sedikit dan dari proses mengkontruksi sendri, sebagai bekal dalam memecahkan masalah kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Proses belajarnya berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami , tidak hanya mentransfer atau mengkopi dari guru. Siswa dilatih, misalnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, dan masalah yang memeng ada dalam dunia nyata. Siswa tidak belajar dalam proses seketika, tetapi diperoleh sedikit demi sedikit, kemajuan diukur dari proses, kinerja dan produk.
Konteks adalah sebuah keadaan yang mempengaruhi kehidupan siswa dalam pembelajarannya.
Pendekatan Belajar Berbasis Masalah
5.1.Dasar Teori
Membuat siswa berfikir, menyelesaikan masalah,dan menjadi pelajar yang otonom bukan tujuan baru bagi pendidikan. Berbagai strategi mengajar, seperti discovery learning, inguiri learning, dan inductive teaching memiliki sejarah yang panjang.John Dewey (1993) mendiskripsikan secara cukup terperinci tentang nilai penting dari berfikir reflektif. Jerome Bruner(1962)menekankannilai penting dari discovery learning dan bagaimana guru mestinya membantu pelajar untuk “kontruksionis” terhadap pengetahuannya sendiri. Ricard Suchman (1962) mengembangkan pendekatan inguiry training yang gurunya menyodorkan berbagai situasi yang membingungkan kepada siswa dan mendorong mereka untuk menyelidiki dan mencari jawabannya. PBL akan dilacak dengan ketiga cara utama pemikiran abad kedua puluh.4
Belajar berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan [pada paradigm kontruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa (student-centerd learning). PBL (Problem Based Learning ) adalah model pembelajaran yang sangat popular dalam kedokteran sejak 1970-an. PBL focus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) terhadap siswa. Kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui penelitian, investigasi berdasarkan teori, konsep, dan prinsip yang dipelajarinya.


5.2.PBL mempunyai lima bentuk belajar berbasis masalah yaitu :
1.      Permasalahan sebagaai pemandu
Masalah menjadi acuan kongkrit yang harus menjadi perhatian pemelajar. Bacaan diberikan sejalan dengan masalah dan masalah menjadi kerangka berfikir.
2.      Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi
Masalah disajikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Betujuan untuk member kesempatan pemelajar supaya dapat menerapkan pengethauannya untuk memecahkan masalah tersebut.
3.      Permasalahan sebagai contoh
Masalah dijadikan sebagai contoh dan bagian dari belajar. Masalah di gunakan untuk mmenggambarkan teori konsep atau prinsip antara guru dan siswa.
4.      Permasalahan sebagai fasilitas proses belajar
Masalah dijadikan alat untuk melatih bernalar  dan berpikir kritis.
5.      Permasalahan sebagai stimulus belajar
Masalah merangsang pemelajar untuk mengembangkan ketrampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah dan ketrampilan siswa.
Definisi pendekatan belajar berbasis masalah(Problem Based Learning ) adalah suatu lingkungan belajar di mana masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Bearti sebelum siswa belajar diberi umpan berupa masalah .
Pendekatan ini juga mencakup sebuah kurikulum dan sebuah proses. Kurikulum yang  terdiri dari masalah yang telah dirancang dan dipilih dengan teliti yang menuntut kemahiran  pemelajar dalam critical knowledge,
problem solving proficiency. Self directed learning strategis dan team participation skills.Proses pendekatan system yang digunakan untuk memecah masalah atau menemukan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup dan karir. (Barrows dan Kelson).
Ada sejumlah tujuan dari problem based learning ini berdasarkan Barrows, Tamblyn (1980) dan Engel,
5.3.PBL dapat meningkatakan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal :
1. adaptasi dan partisipasi,
2. aplikasi dari pemecahan masalah
3.pemikiran yang kreatif dan kritis
4. adaftasi data holistic
5. apresiasi dalam cara pandang
6. kolaborasi tim yang sukses
7. identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan
8. kemajuan mengarahkan diri sendiri
9. kemempuan komunikasi yang efektif
10. uraian dasar atau argumentasi
11. kemampuan dalam kepemimpinan
12.pemanfaatan sumber-sumber  yang variasi dan relevan
5.4. Keunggulan dan Kelemahan PBL
                               I.            Keunggulan
Sebagai system pembelajaran, PBL memiliki beberapa keunggulan :
a.       Pmecahan masalah merupakan tehnik yang bagus unuk lebih memahami isi pelajaran.
b.      Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa.
c.       Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d.      Pemecahan masalah sangat disukai oleh murid dan menyenangkan.
e.       Pemechan masalah dapat mengembangkan minat siswa.
                            II.            Kelemahan
Disamping keunggulan pasti ada kelemahan diantaranya :
a.       Mana kala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka enggan untuk mencoba.
b.      Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan waktu lama untuk persiapan.
c.       Tanpa pemahaman mengapa mereka berysaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

KESIMPULAN
            Bahwasannya dalam suatu pembelajaran di sekolah guru atau pengajar bisa menggunakan pendekatan-pendekatan dalam belajar dengan sebaik mungkin, karena semua pendekatan pembelajaran adalah bermanfaat dan baik diterapkan. Pengajar boleh memilih mana yang cocok untuk proses pembelajaran.
            Melalui pendekatan-pendekatan tersebut semua pembelajar bisa belajar dengan baik dan menikmati proses pembelajaran, dengan tidak adanya kesenjangan anatara guru dan murid maka dari iru pembelajaran dibawa ke suasana yang enjoy atau murid tidak jenuh dalam mengikuti suatu pembelajaran.
            Oleh karena itu melalui pendekatan-pendekatan diatas bisa membantu para pengajar dan juga peserta didik untuk lebih maju dan menjadi insane yang cerdas yang dapat diandalkan dalam masyarakat atau bisa mengaplikasikan pengetahuannya ketika sudah terjun  dalam masyarakat.


Sumber :
1Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif. (Surakarta:Yuma Pustaka.2009). hal: 37
2Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.(Jakarta:Prenada Media,2009),hal:250.
3Dra. Eveline Siregar, M.Pd dan Hartini, M.Si. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. (Universitas  Negeri Jakarta:2011). Hal:106

0 komentar:

Posting Komentar