BAHASA, AGAMA, DAN ADAT TRADISI BANGSA ARAB PRA ISLAM
2.1 Asal Muasal Bahasa Arab تاريخ فى اللغة العربية
Pembahasan sejarah bahasa arab merupakan pemikiran yang sangat rumit dan panjang untuk ditelusuri. Dengan berbagai bentuk teori dan perbandingan dengan penemuan script kuno dan lain sebagainya, sampailah para pencinta bahasa arab kepada ketidak-adanya kesepakatan yang baik antara satu pendapat dengan pendapat lainnya.
Masing-masing berdalih dan berdalil dengan kuat sehingga tidaklah jelas hingga saat ini manakah diantara beragam teori yang ada tersebut merupakan satu kebenaran atau yang paling mendekati kebenaran yang bisa diterima oleh pihak lain, atau paling tidak oleh ummat islam sendiri yang pada dasarnya merupakan pengembang dan penyebar bahasa ini. Dalam makalah ini langsung saja akan diuraikan secara ringkas mengenai beberapa pendapat yang banyak beredar dan utama dikalangan ahli bahasa, ilmuwan, arkeologi, ahli sejarah, dan kalangan umum.
Diantara pendapat mengenai perkembangan bahasa arab yang paling global adalah:
1. Pendapat yang menyatakan bahwa bahasa Arab telah ada semenjak zaman Adam, sehingga perintis tulisan Arab dan pola kalimat bahasa Arab adalah Adam. Pendapat ini merupakan pendapat yang paling klasik dan merupakan interpretasi secara langsung dari Alquran surah Albaqarah 31, و علّم آدم الأسماء كلها yang artinya kuranglebih sbb: “Allah telah mengajari Adam pengetahuan tentang segala nama”. Dari dalil ini, mereka yang berpendapat bahwa nama-nama benda dan berbagai hal atau sifat di dunia ini telah diajarkan oleh Allah kepada Adam dalam bahasa Arab. Bahkan pengikut pendapat ini yang lebih tegas menyatakan bahwa huruf Arab telah dikuasai oleh Adam tanpa belajar dan langsung dari Allah seketika, atau disebut sebagai sebuah mukjizat atau paling tidak sebagai karunia (nadzariyah at tauqif).
2. Pendapat dari ahli-ahli tulisan kaligrafi mengenai bahasa Arab menyatakan bahwa bahasa ini memang ada semenjak zaman Adam, jadi merupakan bahasa pertama yang diciptakan manusia dan kemudian berkembang menjadi berbagai bahasa baru. Baik bahasa utamanya maupun berbagai cabang yang tumbuh darinya tersebut pada akhirnya mengalami berbagai perubahan dan perkembangan sesuai dengan peradaban manusia. Pendapat ini juga menggunakan bukti-bukti sejarah dan sebagainya untuk mendukung teori mereka. Disebutkan bahwa dari berbagai penemuan yang ada diketahuai bahawa semenjak 4000 tahun sebelum masehi, baru ada manusia yang bisa membuat membuat abjad atau bahasa tulis (sebelumnya dianggap belum ada bahasa tulis atau memang belum diketemukan bukti tertulisnya), yaitu oleh bangsa Sumeria di Mesopotamia yang membuatnya diatas batu, selanjutnya bangsa Mesir purba dengan sistem tulisan hyeroglyph; kemudian bangsa Babilonia dan Assyria di Mesopotamia yang memakai tulisan paku atau “cuneiform” dan dipahatkan diatas batu; begitupun bangsa Phunisia, China, Romawi, dan lain sebagainya. Mereka termasuk bangsa-bangsa yang mengawali pembangunan peradaban tinggi. Sementara itu tulisan Arab masih tergolong muda karena lahir belakangan. Ada pendapat bahwa tulisan Arab Kufi merupakan turunan terakhir dari hyeroglyph setelah melewati fase tulisan Phunisia, Musnad, dan Arami hingga kemudian mencapai jenis tulisan masa sekarang. Dengan semakin berkembangnya pendapat para ahli, teori ini terbagi menjadi beberapa kelompok utama, yaitu:
a. Teori Selatan (Himyari) yang menyatakan bahwa tulisan Arab yang ada pada saat ini diadopsi dari musnad himyari atau hameir di Yaman. Orang Yaman kuno (Himyar) pindah ke Hierah, sebuah kota dintara Nejef dan Kufah pada masa dinasti Al Mundzir keturunan Tababiah suku Yaman. Dari Hierah ini, kemudian dibawa oleh pengembara bernama Harb bin Umayyah yang belajar dari kota tersebut kemudian setelah menetap di Makah mengajarkan kepada penduduk sekitarnya. Akhirnya, suku-suku di Madinah, yaitu Auz, Khajraj, dan Tsaqif ketularan.
b. Teori Utara (Hieri) yang menyatakan bahwa berdasar riwayat Al Baladzuri (bernama asli Ahmad bin Yahya) yang merupakan sejarawan Arab keturunan Persia yang handal dan teruji validitasnya. Dia lahir di Baghdad dan wafat pada 892M. Ia meriwayatkan dari Abbas bin Hisyam bin Saib Al Kalby dari kakeknya dari Assyarqi Al Qathani: bahwa saya Maramir bin Murrah, Aslam putra Sadarah beserta Amir bin Jadrah yang semuanya dari Boulan, dan mereka adalah anggota kaum Thayik yang mendiami daerah Buqah, yang terletak di seberang Anbar. Kaum ini menyamakan ejaan Arab dengan ejaan Suryani. Oleh penduduk Hierah kemudian ditransfer dan dibuat formula baru. Transfer tersebut dipelopori oleh Basyar bin Abdul Malik yang lebih dikenal dengan nama Al Kindi. Ditambah lagi, Al Kindi adalah saudara penguasa Daumatul Jandal yaitu Ukaidar. Al Kindi hijrah ke Hierah dan menetap beberapa waktu sehingga dari dialah penduduk Hierah (Huron) belajar tulisan Arab. Selanjutnya dia hijrah ke Makkah dan disini beberapa tokoh bangsawan Quraish minta diajari tata tulis dan ejaannya. Diantaranya adalah Sufyan bin Umayyah bin Abd Syams beserta Abu Kais bin Abd Manaf bin Zuhrah yang akhirnya bisa menulis Arab. Pada suatu ketika, Al Kindi dan Abu Kais melakukan kegiatan bisnis di Thaif ditemani pula Ghaylan bin Salmah At Tsaqafi yang juga belajar tulisan Arab pada Al Kindi. Dari waktu itulah kemudian baca tulis maju pesat di kota dagang tersebut. Dari riwayat tersebut diketahui bahwa tulisan Arab berawal dari tulisan Suryani yang transformasinya menghasilkan tulisan Anbari dan tahap selanjutnya ke tulisan Hieri dan kemudian menghasilkan khat Hejazi atau Makki.
c. Pendapat modern dari para sejarawan islam dan pencinta kaligrafi arab memberikan sedikit gambaran lebih mendetail tentang perkembangan tulisan dan bahasa arab terutama pada beberapa abad sebelum datangnya islam. Dalam pendapat ini, hal-hal yang menjadi titik penting adalah :
1) Suku Nabti adalah suku Arab pertama yang diperkirakan menguasai daerah Arami sekaligus terpengaruh budaya Arami dalam perjalanan waktu sehingga mereka pada akhirnya menggabungkan dua bahasa sekaligus dengan akulturasi tulisan baru yang masih nampak sentuhan awal Arami. Tulisan ini disebut sebagai tulisan Nabti.
2) Dari prasasti Utrubah dismpulkan bahwa khat Nabti merupakan transformasi dari tulisan Arami (entah apakah Aram asli atau juga sudah terkontaminasi bahasa lain), dan tulisan Arab merupakan evolusi dari jenis tulisan Nabti yang terakhir. Hal ini diperkuat atau didukung oleh prasasti atau inskripsi Al Hajar Al Khomsah (Prasati Lima Batu) yang membuka sejarah tulisan Arab sebelum islam. Prasasti tersebut jika diurutkan secara sistematik tahun pembuatannya adalah inskripsi Umm Al Jimal I, Nammarah, Zabad, Huron, dan terakhir Umm Al Jimal II. Dan semua ini dinyatakan sebagai prasasti Nabti (Naqsi Nabtiyah).
a) Naqsy Umm Al Jimal I ditulis dalam dua bahasa Nabti dan Arami di kawasan Umm Al Jimal diantara Syria dan Yordan sekarang. Bertahun 250M, dianggap tonggak awal lahirnya tulisan Arab.
b) Naqsy Nammarah, dikawasan Huran Syria selatan, bertahun 328M dalam tulisan Nabti dengan bahasa Adnan Kuno yang dominan di awal abad ke-4M dan berbahasa Arab, serta beberapa Arami kuno, serta adanya penggunaan Alif Lam Ta`rif yang menjadi indikator perkembangan lebih mendekati Arab baru dibanding Umm Al Jimal I.
c) Naqsy Zabad, ditemukan direruntuhan Zabad di tenggara Halep (Aleppo) antara Qinsrin dan sungai Euphrat pada sebuah batu di sebuah kanisah. Bertahun 511-512M. Memuat tiga jenis tulisan (Yunani, Suryani, dan Anbti terakhir atau yang diyakini sebagai jenis tulisan Arab kuno). Tulisannya menyerupai jenis khat kufi islami.
d) Naqsy Harran, diatas pintu kanisah di Alluja, Harran, utara gunung Hurran, dalam bahasa Yunani dan Arab. Banyak kemiripan dengan khat naskhi kuno pada awal islam. Bertahun 463 N (463 kalender Nabti) pada masa kaisar Romawi Tiryanus dengan Gubernur Syria-Romawi “Balma” yang mengalahkan kerajaan Anbath pada tahun 102M dan menamainya sebagai distri Arab. Jadi 102 +463 = 569M, terpaut kira-kira 53 tahun sebelum hijrah.
e) Naqsy Umm Al Jimal II pada abad ke-6M, merupakan nash arab kuno yang paling muda yang diketemukan. Inskripsi ini begitu dekat dengan bahasa Arab Al Qur`an, jauh dari corak Nabti dari segi lingual maupun tulisannya.
3) Jadi, disini para ahli berpendapat bahwa cikal bakal tulisan Arab adalah khat Nabti yang kemudian menyebar ke Hejaz dengan proses perpindahan yang diperkirakan sama dengan tahun-tahun pembuatan lima prasasti batu utama tersebut. Selain itu dari sana diperoleh gambaran pula adanya proses evolutif dari Nabti murni kemudian setelah bebeapa tahap menjadi tulisan Arab yang sama dengan tulisan yang dipakai menyalin Al Qur`an. Sedangkan perjalanannya, diperkirakan dengan memakai dua jalur utama, yaitu:
a) Jalur I, berputar dari Hurran utara Damaskus menyusur ke selatan sampai lembah Euphrat bagian tengah kemudian sampai ke kota Hierah dan Anbar yang selanjutnya menembus daerah Daumatul Jandal lalu sampai ke Makkah dan Thaif.
b) Jalur II, bermula dari Diyar Nabti lalu ke Batra (orang Yunani menyebutnya Petra) di Yordan, lalu ke Ula yang sebelumnya bernama Didan dan merupakan daerah subur yang sering didatangi orang di utara Hejaz, lalu sampai ke Makkah dan Madinah.
Dalam sejarah perkembangan bahasa Arab, terdiri dari beberapa priode, antara lain :
1. Periode Jahiliyah. Priode ini munculnya nilai-nilai standarisari pembentukan bahasa arab fusha, dengan adanya beberapa kegiatan peting yang telah menjadi tradisi masyarakat Makah . Kegiatan tersebut berupa festifal syair-syair arab yang diadakan di pasar Ukaz, Majanah, Zul Majah. yang akhirnya mendorong tersiar dan meluasnya bahasa arab, yang pada akhirnya kegiatan tersebut dapat membentuk stsndarisasi bahasa arab fusha dan kesusasteraannya.
2. Periode Permulaan Islam. Turunnya Al – Quran dengan membawa kosa kata baru dengan jumlah yang sangat luar biasa banyaknya menjadikan bahasa Arab sebagai suatu bahasa yang telah sempurma baik dalam mufradat, makna, gramatikal dan ilmu –ilmu lainnya. Adanya perluasan wilayah-wilayah kekuasaan islam sampai berdirinya daulah umayah . Setelah berkembang kekuasaan Islam, maka orang-orang islam arab pindah ke negeri baru, sampai masa Khulafaa Al-Al-Rasyidiin
3. Periode bani Umayah. Terjadinya percampuran orang-orang arab dengan penduduk asli akibat adanya perluasan wilayah islam. Adanya upaya-upaya orang arab untuk menyebarkan bahasa arab ke wilayah melalui akspansi yang beradab. Melakukan arabisasi dalam berbagai kehidupan, sehingga penduduk asli mempelajari bahasa arab sebagai bahasa agama dan pergaulan.
4. Periode bani Abasiyah. Pemerintahan Abasiyas berkeyakinan bahwa kejayaan pemerintahannya dapat bertahan bila bergantung kepada kemajuan agama islam dan bahasa arab, kemajuan agama islam dipertahankan dengan cara melaksanakan kegiatan pembedahan Al-Quran terhadap cabang-cabang disiplin ilmu pengetahuan baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan lainnya. Bahasa Arab Badwi yang bersifat alamiah ini tetap dipertahankan dan dipandang sebagai bahasa yang bermutu tinggi dan murni yang harus dikuasai oleh putra-putra bani Abas. Pada abad ke empat H bahasa arab fusha sudah menjadi bahasa tulisan untuk keperluan administrasi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan bahas Arab mulai dipelajari melalui buku-buku ,sehingga bahasa fusha berkembang dan meluas.
5. Periode ke lima. Sesudah abad ke 5 H bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa politik dan adminisrasi pemerintahan, tetapi hanya menjadi bahasa agama. Hal ini terjadi setelah dunia arab terpecah dan diperintah oleh penguasa politik non arab “ Bani Saljuk” yang mendeklarasikan bahasa Persia sebagai bahasa resmi negara islam dibagian timur, sementara Turki Usmani yang menguasai dunia arab yang lainnya mendeklarasikan bawwa bahasa Turki sebagai bahasa administrasi pemerintahan. Kejak saat itu sampai abad ke7 H bahasa Arab semakin terdesak.
6. Periode bahasa arab di zaman baru. Bahasa arab bangkit kembali yang dilandasi adanya upaya-upaya pengembangan dari kaum intelektual Mesir yang mendapat pengaruh dari golongan intelektual Eropa yang datang bersama serbuan Napoleon.
a. Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar disekolah. Waktu-waktu perkuliahan disampaikan dengan bahasa arab.
b. Munculnya gerakan menghidupkan warisan budaya lama dan menghidupkan penggunaan kosakata asli yang berasal dari bahasa fusha.
c. Adanya gerakan yang yang telah berhasil mendorang penerbit dan percetakan dinegara-negara arab untuk mencetak kembali buku-buku sastra arab dari segala zaman dalam jumlah yang sangat besar dan berhasil pula menerbitkan buku-buku dan kamus bahasa arab.
Munculnya kesadaran dari intelektual arab yang mempertahankan bahasa Arab dari berbagai kritikan terhadap bahasa arab yang datang dari non arab atau dari orang arab sendiri untuk mempertahankan bahasa arab, tidak hanya sebagai bahasa agama, melainkan sebagai bahasa nasional dan diwujudkan melalui :
a. adanya usaha-usaha pembinaan dan pengembangan bahasa arab seperti Majma’ al lughah al-arabiyyah th 1934 di Mesir. Tujuannya untuk memelihara keutuhan dan kemurnian bahasa fusha dan melakukan usaha – usaha pengenbangan agar menjadi bahasa yang dinamis, maju dan mampu memenuhi tuntutan kemajuan dunia ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.
b. Mendirikan lembaga pendidikan hkususnya pengajaran bahasa arab seperti Al -Azhar jurusan bahasa arab. Perhatian bangsa arab tidak hanya terjadi di Mesir tetapi terjadi pula di negara arab lainnya.
2.2 Agama Bangsa Arab Pra Islam
Paganisme, Yahudi, dan Kristen adalah agama orang Arab pra-Islam. Pagan adalah agama mayoritas mereka. Ratusan berhala dengan bermacam-macam bentuk ada di sekitar Ka’bah. Mereka percaya bahwa berhala-berhala itu dapat mendekatkan mereka pada Tuhan sebagaimana yang tertera dalam al-Quran. Agama pagan sudah ada sejak masa sebelum Ibrahim. Setidaknya ada empat sebutan bagi berhala-hala itu: ṣanam, wathan, nuṣub, dan ḥubal. Ṣanam berbentuk manusia dibuat dari logam atau kayu. Wathan juga dibuat dari batu. Nuṣub adalah batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Ḥubal berbentuk manusia yang dibuat dari batu akik. Dialah dewa orang Arab yang paling besar dan diletakkan dalam Ka’bah di Mekah. Orang-orang dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu. Beberapa kabilah melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri. Ini membuktikan bahwa paganisme sudah berumur ribuan tahun. Sejak berabad-abad penyembahan patung berhala tetap tidak terusik, baik pada masa kehadiran permukiman Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi yang muncul di Syiria dan Mesir.
Yahudi dianut oleh para imigran yang bermukim di Yathrib dan Yaman. Tidak banyak data sejarah tentang pemeluk dan kejadian penting agama ini di Jazirah Arab, kecuali di Yaman. Dzū Nuwās adalah seorang penguasa Yaman yang condong ke Yahudi. Dia tidak menyukai penyembahan berhala yang telah menimpa bangsanya. Dia meminta penduduk Najran agar masuk agama Yahudi, kalau tidak akan dibunuh. Karena mereka menolak, maka digalilah sebuah parit dan dipasang api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit itu dan yang tidak mati karena api, dibunuh dengan pedang atau dibuat cacat. Korban pembunuhan itu mencapai dua puluh ribu orang. Tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama ini diabadikan dalam al-Quran dalam kisah “orang-orang yang membuat parit”.
Adapun Kristen di Jazirah Arab dan sekitarnya sebelum kedatangan Islam tidak ternodai oleh tragedi yang mengerikan semacam itu. Yang ada adalah pertikaian di antara sekte-sekte Kristen yang meruncing. Menurut Muḥammad ‘Ᾱbid al-Jābirī, al-Quran menggunakan istilah “Naṣārā” bukan “al-Masīḥīyah” dan “al-Masīḥī” bagi pemeluk agama Kristen. Bagi pendeta Kristen resmi (Katolik, Ortodoks, dan Evangelis) istilah “Naṣārā” adalah sekte sesat, tetapi bagi ulama Islam mereka adalah “Ḥawārīyūn”. Para misionaris Kristen menyebarkan doktrinnya dengan bahasa Yunani yang waktu itu madhhab-madhhab filsafat dan aliran-aliran gnostik dan hermes menyerbu daerah itu. Inilah yang menimbulkan pertentangan antara misionaris dan pemikir Yunani yang memunculkan usaha-usaha mendamaikan antara filsafat Yunani yang bertumpu pada akal dan doktrin Kristen yang bertumpu pada iman. Inilah yang melahirkan sekte-sekte Kristen yang kemudian menyebar ke berbagai penjuru, termasuk Jazirah Arab dan sekitarnya. Sekte Arius menyebar di bagian selatan Jazirah Arab, yaitu dari Suria dan Palestina ke Irak dan Persia. Misionaris sekte ini telah menjelajahi penjuru-penjuru Jazirah Arab yang memastikan bahwa dakwah mereka telah sampai di Mekah, baik melalui misionaris atau pedagang Quraysh yang mana mereka berhubungan terus-menerus dengan Syam, Yaman, da Ḥabashah. Tetapi salah satu sekte yang sejalan dengan tauhid murni agama samawi adalah sekte Ebionestes.
Salah satu corak beragama yang ada sebelum Islam datang selain tiga agama di atas adalah Ḥanīfīyah, yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim yang murni yang tidak terkontaminasi oleh nafsu penyembahan berhala-berhalam, juga tidak menganut agama Yahudi ataupun Kristen, tetapi mengakui keesaan Allah. Mereka berpandangan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Ḥanīfīyah, sebagai aktualisasi dari millah Ibrahim. Gerakan ini menyebar luas ke pelbagai penjuru Jazirah Arab khususnya di tiga wilayah Hijaz, yaitu Yathrib, Ṭaif, dan Mekah. Di antara mereka adalah Rāhib Abū ‘Ámir, Umayah bin Abī al-Ṣalt, Zayd bin ‘Amr bin Nufayl, Waraqah bin Nawfal, ‘Ubaydullah bin Jaḥsh, Ka’ab bin Lu`ay, ‘Abd al-Muṭallib, ‘As’ad Abū Karb al-Ḥamīrī, Zuhayr bin Abū Salma, ‘Uthmān bin al-Ḥuwayrith.
Tradisi-tradisi warisan mereka yang kemudian diadopsi Islam adalah: penolakan untuk menyembah berhala, keengganan untuk berpartisipasi dalam perayaan-perayaan untuk menghormati berhala-berhala, pengharaman binatang sembelihan yang dikorbankan untuk berhala-berhala dan penolakan untuk memakan dagingnya, pengharaman riba, pengharaman meminum arak dan penerapan vonis hukuman bagi peminumnya, pengharaman zina dan penerapan vonis hukuman bagi pelakunya, berdiam diri di gua hira sebagai ritual ibadah di bulan ramaḍan dengan memperbanyak kebajikan dan menjamu orang miskin sepanjang bulan ramaḍan, pemotongan tangan pelaku pencurian, pengharaman memakan bangkai, darah, dan daging babi, dan larangan mengubur hidup-hidup anak perempuan dan pemikulan beban-beban pendidikan mereka.
2.3 Adat Tradisi Bangsa Arab Pra Islam
Keadaan bangsa Arab yang hidup di daerah padang pasir yang tandus, sedikit banyaknya turut membuat corak kehidupan mereka berjalan agak keras, penuh persaingan, perebutan kekuasaan antara satu kabilah dengan kabilah lainnya. Siapa yang kuat, gagah perkasa itulah yang memimpin.
Dalam hidup bermasyarakat, bangsa Arab sangat menyenangi hal-hal seperti:
Ø Syair, dengan syair orang bisa dipuji/mulia dan dihina. Dari syair ini akan tergambar kehidupan sosial bangsa Arab. Bangsa Arab pada masa pra-Islam menyukai syair-syair yang diucapkan oleh para penyair.Karena Syair adalah salah satu seni yang paling indah yang amat dihargai oleh bangsa Arab.Mereka amat gemar mendengarkan penyair melantunkan syair-syair mereka.Ada beberapa tempat penyair-penyair berkumpul.Seperti pasar Ukaz, Majinnah,dan Zul Majaz.
Ø Minum khamar, kendati di antara mereka ada pula yang mengharamkan hal ini.
Ø Ada pula adat (tradisi) pada saat itu kebiasaan “mengawini isteri bapa” yang telah meninggal dunia (Syalabi: 1973 :42) Di sisi lain, perkawinan bentuk Endogami (suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama) adalah merupakan ciri khas masyarakat Arab pra-Islam (MAJ. Berg: 1993: 17). Dikala itu lelaki seorang lelaki Arab tidak memiliki batasan dalam beristri. Jadi mereka tidak membatasi berapa jumlah istri yang dapat mereka nikahi. Tetapi ada kebiasaan yang tidak baik yang kadang-kadang di derita oleh wanita Arab, yaitu istri dari ayahnya biasanya diwarisi oleh anaknya(dinikahi oleh anaknya).Pernikahan seperti ini disebut dengan “Zawaju'l maqt” (kawin marah).Akan tetapi kebiasaan ini tidak terlalu tersiar karena biasanya dilakukan kepada wanita-wanita yang tak beranak.
Ø Menganggap hina kaum perempuan;
Ø Menguburkan anak perempuan, namun hal ini menurut Sallabi, ini hanya dilakukan oleh Bani Asad dan Tamim.
Ø Sementara mereka yang pandai membaca saat itu hanyalah sebanyak 17 orang (Syalabi: 1973: 49). Mengutip pendapat MAJ. Berg, bahwa pada masa Arab pra-Islam, banyak orang Yahudi dan Kristen yang mampu membaca kitab Injil, sedangkan bangsa Arab pada umumnya buta huruf. Fakta ini lebih jelas bila kita mengetahui bahwa di Mekkah hanya terdapat 17 orang Arab yang terpelajar di saat berakhirnya periode Jahiliyah dan dimulainya era Islam (1993: 15)
Ø Perbudakan suatu hal yang biasa terjadi pada masa Arab pra-Islam. Mereka ini memelihara dan mempertahankan perbudakan. Para budak diperoleh dari:
1. Melalui pembelian di pasar-pasar budak terbuka di Arab atau di pasar-pasar asing;
2 Hasil tawanan, yang diperoleh melalui peperangan antarsuku (MAJ. Berg: 1993: 16)
Kehidupan bangsa Arab lebih ditentukan oleh suku/kabilah. Tiap kabilah mempunyai adat istiadat dan budi pekerti sendiri yang tidak sama dengan kabilah lain.
Pere Lammens menyatakan, bangsa Arab sangat patuh dan sangat setia kepada adat dan tradisi kabilahnya masing-masing dan gemar sekali menjamu tamu-tamu. Bagi mereka patuh kepada keluarga, Kabilah adalah suatu kewajiban, sehingga apapun yang terjadi kabilah bagi mereka segala-galanya. Sementara terhadap tamu sangat dihormati, sehingga bagaimanapun keadaan tamu itu wajib bagi mereka melindungi keselamatannya.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar