I.
PENDAHULUAN
Al-Qur`an
sebagai kitab samawi terakhir yang diberikan kepada Muhammad SAW sebagai
penuntun dalam rangka pembinaan umatnya sangatlah fenomenal. Lantaran di
dalamnya sarat nilai-nilai yang unik, pelik dan rumit sekaligus luar biasa. Hal
ini lebih disebabkan karena eksistensinya yang tidak hanya sebagai ajaran
keagamaan saja, melainkan ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai
semenjak hulu peradaban umat manusia hingga hilirnya.
Diantara
nilai-nilai tersebut adalah pada aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah
dan muatan hukum yang terkandung didalamnya. Saking pelik, unik, rumit dan
keluar biasanya tak pelak ia menjadi objek kajian dari berbagai macam sudutnya,
yang darinya melahirkan ketakkjuban bagi yang beriman dan cercaan bagi yang
ingkar.
Namun
demikian, seiring dengan waktu dan kemajuan intelkstualitas manusia yang
diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, sedikit demi sedikit
nilai-nilai tersebut dapat terkuak dan berpengaruh terhadap kesadaran manusia
akan keterbatasan dirinya, sebaliknya mengokohkan posisi Al-Qur`an sebagai
kalam Tuhan yang Qudus yang berfungsi sebagai petunjuk dan bukti terhadap
kebenaran risalah yang dibawa Muhammad. Serentetan nilai Al-Qur`an yang unik,
pelik, rumit sekaligus luar biasa hingga dapat menundukkan manusia dengan segala
potensinya itulah yang lazimnya disebut dengan MUKJIZAT.
Kata
mukjizat dalm Kamus Besar Indonesia diartikan sebagai “keadaan ajaib yang sukar
dijangkau oleh kemampuan akal manusia”. Pengertian ini tidak sama dengan
pengertian kata tersebut dalam istilah agama Islam.
II.
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Kemukjizatan Al-Quran
Kata
mukjizat terambil dari kata bahasa Arab اعجز (a’jaza) yang berarti melemahkan atau menjadikan
tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan bila
kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam
pihak lawan, maka ia dinamai معجزة
(mu’jizat). Tambahan (ة) ta’ marbuthah pada akhir kata itu
mengandung makna mubhalaghah (superlatif).
Unsur-unsur yang menyertai mukjizat, yaitu:
1.
Hal atau peristiwa yang luar biasa
2.
Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku nabi.
3. Mengandung
tantangan trhadap yang meragukan kenabian.
4.
Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
Al-Quran menginformasikan beberapa hal yang bersifat
suprarasional yang terjadi atau dialami melalui Nabi Muhammad SAW, seperti
misalnya genggaman pasir yang beliau lontarkan kepada kaum musyrik dalam Perang
Badr, sehingga menutupi pandangan mereka. Lemparan tersebut
dijelaskan oleh Allah dengan firman-Nya:
Bahkan
engkau yang melempar ketika melempar, tetapi Allah lah yang melempar. (QS.
Al-Anfal [8]: 17).
Namun
semua itu bukan mukjizat yang dipaparkan untuk menantang yang ragu, tetapi itu
merupakan anugerah Allah SWT kepada Nabi-Nya sekaligus dan bantuan bagi umat
Islam.
Jika
kita berkata “mukjizat Al-Quran” maka ini berarti bahwa mukjizat (bukti
kebenaran) tersebut adalah mukjizat yang dimiliki atau yang terdapat dalam
Al-Quran, bukan bukti kebenaran yang datang dari luar Al-Quran atau faktor
luar. Al-Quran biasa didefinisikan sebagai “firman-firman Allah yang
disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai redaksi-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.
Pertama;
kejadian luar bisaa yang “sukar” dijangkau oleh kemampuan manusia, pertanyaan
yang muncul adalah sejauh mana ke-luar bisaaan mukjizat? Dan kata “sukar” pada
definissi diatas menimbulkan probability tentang adanya kemungkinan bahwa
manusia akan bisa sampai pada maqom sukar tersebut, bila demikian masihkah
disebut mu’jizat?.
Dalam
bukunya yang berjudul “Mukjizat Al-Qur`an” Quraish Shihab menjelaskan bahwa
kejadian luar bisaa yang dimaksud adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan
sebab dan akibat yang terdapat secara umum pada hukum-hukum alam (sunatullah)
yang diketahui oleh manusia. Namun demikian penulis lebih berpendapat bahwa
semua keajaiban yang terjadi di alam termasuk mukjizat semuanya adalah rasional
artinya bahwa sebenarnya akal mampu menerima kebenaran logis terhadap mukjizat.
Hal ini didasarkan pada beberapa ayat dalam Al-Qur`an yang menjelaskan tentang
peristiwa-peristiwa yang gaib termasuk konsekuensi dari pahala dan dosa yang akan
diterima oleh manusia besuk di hari pembalasan tetapi kenyataannya banyak
manusia tidak percaya, tepatnya dalam QS: Yunus: 39
Dalam
pengertian lain bahwa pengetahuan manusia tentang hukum sebab-akibat yang
terdapat di alam hanyalah sebagian kecil dari hukum-hukum sebab akibat yang ada
dalam pengetahuan Tuhan. Sebagai contoh adalah untuk mendapatkan hasil angka 7
bisa melalui 4+3 = 7 (hukum alam yang dapat diketahui manusia), sedangkang
masih banyak sebab-akibat dari hasil angka 7 yang tidak dapat diketahui manusia
karena keterbatasan pengindraan. Misalnya 3+3+1=7, (2×2)+3=7, 10-3=7,
100-99+(2×2)+2=7 dst, yang semua sebab-akibat tersebut ditunjukkan oleh Tuhan
maka manusia akan mampu memahaminya. Oleh karena itu termasuk kata “sukar” di
atas kurang tepat. Karena yakin bahwa manusia dibatasi oleh hukum-hukum alam
yang melekat pada dirinya. Tetapi seandainya Allah memberikan penjelasan maka
akal akan mampu menerima kebenaran tersebut, namun kenyataannya Allah tak
memberikan penjelasan karena ada tujuan-tujuan tertentu yang tak mudah kita
pahami.
kedua;
melemahkan. Istilah ini juga menggoda pada kita untuk mengkaji ulang. Diantara
pendapat datang kaum Sirfah. Abu Ishaq Ibrahim An-Nizam dan pengikutnya dari
kaum syi’ah seperti al-Murtadha mengatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur`an adalah
dengan cara shirfah (pemalingan). Artinya bahwa Allah memalingkan orang-orang
Arab untuk menantang Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu, maka pemalingan
inilah yang luar bisaa yang selanjutnya pendapat ini di habisi oleh Qadi Abu Bakar
al-Baqalani ia berkata: “kalau yang luar bisaa itu adalah shirfah maka kalam
Allah bukan mukjizat melainkan Shirfah itu sendiri yang mukjizat” dengan
berlandasan pada QS. Al-Isra’:88.
Berbeda dengan pendapat kaum sirfah, penulis lebih memandang
melalui kaca mata dilalah siyaqiyah, bahwa makna “melemahkan-dilemahkan ”
cenderung mengarah pada konteks menang dan kalah. Hal inilah yang menurut
penulis kurang etis. Dan ternyata kata melemahkan معجزة) يعجز–(أعجز tidak
terdapat dalam Al-Qur`an. kalimat yang digunakan adalah أيت (tanda-tanda) dan
بينات (penjelasan) yang dari kedua kata tersebut menurut Prof. DR. H. Said Aqil
Munawar, MA. mempunyai dua pengertian pertama; pengkabaran Ilahi (QS.3:118,
252/QS. 6: 4/ QS 10:7dan QS. 2: 159/ QS 3: 86/ QS 10: 150). Kedua; tanda-bukti
yang termasuk digolongkan mukjizat (QS. 3: 49/ QS. 7: 126/ QS. 40: 78/ QS. 27: 13
dan QS. 7: 105/ QS. 16: 44/ QS. 20: 72) yang menurut penulis sebenarnya jauh
dari makna melemahkan atau bahkan mengalahkan.
ketiga;
dibawa oleh seorang nabi. Seandainya peristiwa luar bisaa tersebut terjadi
bukan pada nabi meskipun secara fungsi ada kesamaan dengan mukjizat, bisakah
disebut mukjizat?. Dalam buku yang sama Quraish Shihab menjelaskan, selain yang
membawa nabi kejadian luar bisaa tersebut bukan dinamakan mukjizat. Beliau
menambahkan kalau terjadi pada seseorang yang kelak akan menjadi nabi maka
disebut Irhash, adakalanya terjadi pada hamba Allah yang taat yang disebut
karomah, dan apabila terjadi pada hamba yang durhaka disebut Istidroj (rangsangan
untuk lebih durhaka) atau Ihanah (penghinaan). Semua peristiwa tersebut adalah
merupakan tanda-tanda dan bukti atas kebesaran Allah agar siapapun yang
menyaksikannya baik melalui akal maupun hatinya dapat beriman kepada Allah.
keempat;
sebagai bukti kerasulan. Kata “bukti” menyangkut percaya dan tidak percaya,
seandainya seseorang telah percaya pada rasul bahwa Ia adalah utusan Allah,
adakah masih disebut mukjizat?.
Dari definisi mukkjizat, makna “bukti atau tanda” inilah yang
paling utama bukan lemah dan melemahkan karena tujuan risalah (kerasulan)
adalah agar seseorang mampu memahami dan meyakini bahwa risalah tersebut
benar-benar dari Zat yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Adapaun bagi mereka yang
sudah percaya terhadap kerasulan Nabi beserta apa yang disampaikannya yang
berupa wahyu dari Tuhan maka peristiwa luar bisaa tersebut tetap disebut
mukjizat. Sebab dimensi lain makna mukjizat(ketidak mampuan akal) tetap berlaku
pada orang yang sudah percaya tersebut. Oleh karena itu fungsinya disamping sebagai
“bukti” juga merupakan penjelasan dan pemantapan terhadap keyakinan seseorang.
kelima;
mengandung tantangan. Memang kebanyakan ulama diantara misalnya Syahrur juga
melihat QS. Al-Isra’: 88 mengandung tantangan dan tantangan tersebut berakhir
pada kelemahan mu’jas, namun hemat penulis bahwa sebenarnya Allah tidak hendak
menantang orang-orang kafir. Bagaimana bisa Tuhan menantang mahluknya jelas
inpossible, karena maksud dan tujuannya bukan untuk menantang. Dalam ilmu
dilaliyah, conten analisis perlu meneropong gaya penuturan Autor, misalnya
kalimat ” ayo kalau berani !” ( kondisi marah) mempunyai makna tantangan,
sedangkan ” ayo kalau berani ” (kodisi tersenyum) bermakana menguji.
B. Kadar Kemukjizatan Al-Quran
1.
Terletak
pada Al-Quran keseluruhan bukan sebagian.
2.
Kemu`jizatan Al-Quran
sedikit atau banyak tanpa diikat dengan surat.
3.
Terletak pada surat yang
lengkap meskipun surat itu pendek atau kadarnya dalam bentuk perkataan seperti
satu ayat atau beberapa ayat.
Sebenarnya
dari sisi manapun kemukjizatan Al-Qur`an ataupun kadarnya orang yang mengkaji
untuk mencari kebenaran yang sejati jika melihat Al-Qur`an dari segala sisi dia
akan mencintainya, baik dari sisi metodenya ataupun dari sisi keilmuannya atau
juga dari sisi pengaruhnya terhadap kehidupan yang telah merubah wajah sejarah.
C. Aspek-aspek Kemukjizatan Al-Quran
Apabila kita memihat penegrtian mukjizat Al-Qur’an,
maka ada beberapa aspek yang mempengaruhi kemukjizatan Al-Qur’an adalah :
1. Peristiwa
yang luar biasa
Peristiwa-peristiwa
alam yang menakjubkan tidak dapat disebut mukjizat, karena merupakan hal yang
biasa. Peristiwa yang luar biasa maksudnya adalah peristiwa-peristiwa yang
diluar jangkauan hokum-hukum umum.
2. Dipaparkan
oleh seorang nabi
Peristiwa-peristiwa
yang luar biasa yang berada didalam diri seseorang belum tentu merupaka
mukjizat. Kejadian luar biasa bias dikatakan mukjizat bila berada didalam diri
seseorang yang mengaku nabi, sebab mustahil mukjizat berada didalam seseorang
diluar nabi. Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir maka mustahil ada mukjizat
lagi setelah wafatnya Beliau.
3. Mengandung
tantangan bagi yang meragukan kenabian
Tantangan
ini haruslah sejalan dengan apa yang diucapkan oleh nabi, bila berlawanan
dengan ucapan nabi maka ini bukanlah merupak mukjizat tapi merupakan istijraj
4. Tantangan
tersebut gagal dilayani
Apabila
tantangan ini berhasil dilakukan oleh penantang, maka kejadian ini bukanlah
merupakan bentuk kemukjizatan. Perlu diperhatikan bahwa orang yang ditantang
tidak akan mampu melakukan perbuatan serupa dengan penantang. Semua kaum yang
menantang tidak ada yang mampu melakukan apa yang ditantang oleh nabinya.
Sebagai contoh keahlian Nabi Musa yakni merubah tongkat menjadi ular.
Kemukjizatan ini sangatlah jelas karena para ahli sihir yang menantang Nabi
Musa tidak mampu, kecuali mereka mengaku kalah.
D. Kemukjizatan Bahasa
Bangsa Arab telah menekuni
seni bahasa arab semenjak munculnya bahasa mereka sehingga bahasa Arab
mengalami perkembangan–perkembangan yang pesat dan berkembanglah syair-syair,
hikmah dan amtsâl. Dan setiap kali bahasa Arab berkembang namun ketika dihadapkan
dengan bahasa Al-Qur`an tetap saja tidak bisa menandingi ketinggian nilai
sastranya. Maka tidak heran banyak dari pemuka-pemuka Quraisy yang terpukau
dengan keindahan bahasa Al-Quran yang pada akhirnya mengantarkan mereka memeluk
agama Islam. Itulah ketentuan Allah sebagai bukti kebesarannya yang mana ketika
orang membaca dan memahami Al-Qur`an akan muncullah rasa kagum dalam dirinya
dan pada saat yang sama ia merasa tidak sanggup menandinginya. Adapun orang-orang
yang tertipu oleh angan-angan dan terkena penyakit sombong kemudian berupaya
untuk mengalahkan Al-Qur`an mereka selalu mengalami kegagalan.
Kajian
mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan dalam bukunya
Stilistika Al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam Al-Qur`an dan penggabungannya
antara konsonan dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan dalam
pengucapannya. Lebih lanjut –dengan mengutip Az-Zarqoni- keserasian tersebut
adalah tata bunyi harakah, sukun, mad dan ghunnah(nasal). Dari paduan ini
bacaan Al-Qur`an akan menyerupai suatu alunan musik atau irama lagu yang
mengagumkan. Perpindahan dari satu nada ke nada yang lain sangat bervariasi
sehingga warna musik yang ditimbulkanpun beragam. Keserasian akhir ayat
melebihi keindahan puisi, hal ini dikarenakan Al-Qur`an mempunyai purwakanti
beragam sehingga tidak menjemukan. Misalnya dalam surat Al-Kahfi(18: 9-10) yang
diakhiri vocal “a”
9. Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang
mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim[872] itu, mereka termasuk tanda-tanda
kekuasaan kami yang mengherankan?. 10. (Ingatlah) tatkala para pemuda
itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai
Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi
kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS.
Al-Kahfi : 9-10)
dan diiringi
konsonan yang berfariasi, sehingga tak aneh kalau mereka (masyarakat Arab)
terenyuh dan mengira Muhammad berpuisi. Namun Walid Al-mughiroh membantah
karena berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang ada, lalu ia mengira ucapan
Muhammad adalah sihir karena mirip dengan keindahan bunyi sihir (mantra) yang
prosais dan puitis. Sebagaimana pula dilontarkan oleh Montgomery Watt dalam
bukunya “bell’s Introduction to the Qoran” bahwa style Quran
adalah Soothsayer Utterance (mantera tukang tenung), karena gaya itu
sangat tipis dengan ganyanya tukang tenung, penyair dan orang gila. Terkait
dengan nada dan lagam bahasa ini, Quraish Shihab mngutip pendapat Marmaduke
-cendikiawan Inggris- ia mengatakan bahwa Al-Qur`an mempunyai simponi yang tidak
ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis
dan bersuka cita. Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian
dilanjutkan dengan lagam yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam
ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang.
Dari pemilihan kata dan kalimat misalnya, Al-Qur`an mempunyai
sinonim dan homonym yang sangat beragam. contohnya kata yang berkaitan dengan
perasaan cinta. علق diungkapkan saat bertatap pandang atau mendengar kabar yang
menyenangkan, kemudian jika sudah ada perasaan untuk bertemu dan mendekat
menggunakan ميل, seterusnya bila sudah ada keinginan untuk menguasai dan
memiliki dengan ungkapan مودة, tingkat berikutnya محبة, dilanjutkan dengan خلة,
lalu الصبابة , terus الهوى , dan bila sudah muncul pengorbanan meskipun
membahayakan diri sendiri namanya العشق , bila kadar cinta telah memenuhi ruang
hidupnya dan tidak ada yang lain maka menjadi التتيم , yang semua itu bila
berujung pada tarap tidak mampu mengendalikan diri, membedakan sesuatu maka
disebut وليه . Yang semua kata-kata tersebut mempunyai porsi dan efek makna
masing-masing. Meminjam bahasanya Sihabuddin disebut lafal-lafal yang tepat
makna artinya pemilihan lafal-lafal tersebut sesuai dengan konteksnya
masing-masing. Misalanya, dalam menggambarkan kondisi yang tua renta (Zakaria)
dalam QS. Maryam: 3-6, Wahanal ‘Azmu minni bukan Wahanal lahmu minni. Juga
Wasyta’alar-ra’su syaiba (uban itu telah memenuhi kepala) bukan Wasyta’alas-
syaibu fi ra’si (uban itu ada di kepala).
Tidak
ada satu orangpun dari bangsa Arab yang beralasan untuk tidak perlu melakukan
penentangan terhadap al-Qur`an, walau itu mungkin terjadi, karena sejarah telah
mencatat bahwa telah lengkap dan memadainya faktor yang membuat mereka untuk
menentang al-Qur`an. Dimana mereka menanggapi risalah kenabian dengan sikap
congkak dan angkuh.
Ketika
mereka gagal untuk mengalahkan Al-Qur`an mereka mengambil jalan lain dengan
menawarkan pada Nabi Muhammad harta, kekuasaan, agar ia menghentikan dakwahnya.
Bahkan mereka memboikot Rasulullah dan pengikutnya sehingga mati kelaparan.
Mereka juga menunduh nabi sebagai seorang ahli sihir dan orang gila. Merekapun
berupaya untuk menangkapnya, mengusirnya dan membunuhnya.
Dan
Nabi telah menujukkan mereka satu jalan untuk menghentikan dakwahnya dengan
cara mendatangkan perkataan yang serupa dengan Al-Qur`an. Akan tetapi mereka
tidak sanggup menempuh jalan itu. Sehingga mereka lebih memilih jalan lain,
walaupun mereka terbunuh, ditahan, hidup dalam keaadan miskin, dan kehinaan
lebih mereka pilih dari pada harus menentang dakwah Nabi Muhammad dengan cara
mendatangkan perkataan serupa Al-Qur`an.
Sebenarnya
Al-Qur`an yang mereka tidak sanggup untuk menentangnya, tidaklah keluar dari
kaidah-kaidah bahasa mereka, baik dari sisi lafaz, huruf, rangkaian kata,
metode. Akan tetapi al-Qur`an dari keindahan bahasanya telah sampai pada satu
titik yang membuat lemah kemampuan bahasa yang dimiliki oleh manusia untuk
menandinginya.
E. Kemukjizatan Ilmiah
Al-Quran
bukanbukan suatu kitab ilmiah yang sudah dikenal selama ini. Salah satu hal
yang membuktikan kebenaran pernyataan diatas adalah sikap Al-Quran terhadap
pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat Nabi tentang keadaan bulan:
Mereka
bertanya kepadamu tentang bulan…. (QS. Al-Baqarah [2]:
189)
Menurut
ayat itu, mereka bertanya mengapa bulan (sabit) terlihat dari malam ke malam membesar
hingga purnama, kemudian sedikit mengecil, hingga menghilang dari pandangan
mata. Pertanyaan itu tidak dijawab Al-Qurandengan jawaban ilmiah yang dikenal
astronom, tetapi jawabannya justru diarahkan kepada upaya memahami hikmah
dibalik kenyataan itu.
....katakanlah,
“Yang demikian itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji”……..
(QS.
Al-Baqarah [2]: 189).
Namun
demikian, karena Al-Quran adalah kitab petunjuk bagi kebahagiaan dunia dan
akhirat, maka tidak heran jika di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tersirat
dan tersurat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, guna mendukung fungsinya
sebagai kitab petunjuk.
Hakikat-hakikat
ilmiah yang disinggung Al-Quran, dikemukakannya dalam redaksi yang singkat dan
sarat makna, sekaligus tidak terlepas dari ciri umum redaksinya yakni memuaskan
orang kebanyakan dan para pemikir. Orang kebanyakan memahami redaksi tersebut
ala kadarnya, sedangkan para pemikir melalui renungan dan analisis mendapatkan
makna-makna yang tidak terjangkau oleh orang kebanyakan itu.
Kemukzijatan
ilmiah yang dimiliki oleh Al-Qur`an bukan terletak pada sisi cakupannya
terhadap seluruh aspek teori-teori ilmiah yang akan selalu bertambah dan
mengalami perubahan, akan tetapi terletak pada anjurannya untuk selalu
berfikir. Al-Qur`an memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya memikirkan
penciptaan alam semesta. Maka teori keilmuwan
apapun, kaidah apapun, yang akan meneguhkan posisi akal, menguatkan
keyakinannya, terwujud dari aplikasi berfikir yang sehat sebagaimana yang
dianjurkan Al-Qur`an. Al-Qur`an menjadikan upaya berfikir terhadap
penciptaan alam semesta sebagai bentuk sarana menumbuhkan dan menambah keimanan
pada Allah Swt. Al-Qur`an
juga telah mengangkat posisi muslim dengan keutamaan ilmu.
Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Dengan
demikian jelas bagi kita bahwa kemukjizatan ilmiah Al-Qur`an menuntun untuk
berfikir dan membuka untuk kaum muslimin pintu-pintu pengetahuan, dan mengajak
mereka untuk berkontribusi di dalamnya, berkembang dan menerima setiap inovasi
yang dimunculklan dari penemuan-penemuan ilmiah. Begitulah
isyarat-isyarat ilmiah dalam Al-Qur`an yang datang dalam bentuk petunjuk ilahi
agar manusia mencari dan terus melakukan berbagai perenungan.
F. Kemukjizatan Tasyri’
Islam
datang membawa keadilan, membawa syariat untuk menciptakan kenyamanan
dalam hidup bermasyarakat. Dalam pembentukan masyarakat yang baik tidak dapat
terlepas dari upaya awal untuk membentuk dan mendidik kepribadian yang baik
pula. Sehingga bila setiap individu yang menjadi anggota masyarakt telah baik,
secara tidak langsung kebaikan itu akan memunculkan kebaikan koletif.
Al-Qur`an
menuntun setiap muslim untuk memegang teguh ketauhidan yang merupakan landasan
pokok dalam beramal. Ketauhidan ini akan menjauhkan dirinya dari keyakinan
terhadap khurafat, keraguan, dan dari menjadi budak nafsu serta penyembahan
terhadap syahwat. Sehingga ia menjadi seorang hamba yang bersih keyakinannya
pada Allah. Yang hanya patuh dan tunduk pada Tuhan yang satu. Tidak butuh
kepada selainNya. Tuhan yang memiliki kesempurnaan. Yang darinya datang segala
kebaikan untuk segenap makhlukNya. Dialah tuhan yang satu, pencipta yang satu,
yang maha kuasa atas segala sesuatu.
Apabila
akidah seorang muslim telah lurus dan benar maka hendaklah ia mengambil konsep
hidupnya sesuai dengan tuntunan syariat yang dinyatakan dalam Al-Qur`an. Setiap
ibadah fardhu yang ditujukan untuk kemaslahatan individu akan tetapi pada waktu
yang bersamaan ia juga bertujuan untuk kemaslahatan hidup bersama.
Ibadah
shalat bertujuan untuk mencegah seseorang dari berperilaku keji dan mungkar.
Bacalah apa yang Telah
diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabuut [29]:
45)
Dengan
terlaksananya shalat dengan baik, akan terpancarlah pada diri seorang muslim
sikap yang baik pula, tenang dan membawa kedamaian pada orang yang ada disekitarnya.
Zakat
membuang dari diri sikap bakhil, kecintaan pada dunia, ketamakan pada harta.
Disisi lain zakat akan menjadi sarana saling tolong menolong antara yang kaya
pada yang miskin. Dimana yang kaya memberikan sebahagian dari hartanya untuk
membantu orang-orang yang membutuhkan dan berhak.
Ibadah
haji adalah sarana untuk latihan diri menempuh kesulitan. Pada saat haji semua
manusia akan berkumpul pada satu tempat, semuanya dengan pakaian yang sama, dan
tidak ada yang membedakan mereka kecuali ketakwaan.
Sedangkan
puasa melatih seseorang untuk mengendalikan hawa nafsunya. Ketika berpuasa
seseorang akan dilatih untuk menahan amarahnya. Disamping itu akan terlatih
kejujurannya. Semua ibadah diatas bila dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya
akan melahirkan dalam diri setiap muslim pribadi yang soleh, Al-Qur`an juga
mengajarkan untuk berlaku sabar, jujur, bersikap adil, ihsan, memaafkan orang
lain dan sikap-sikap mulia lainnya.
III.
KESIMPULAN
Menanggapi masalah definisi mukjizat yang telah dihadirkan para ulama,
penulis lebih cenderung pada makna “bukti”, hal ini didasarkan pada bahwa kata
“mukjizat” tidak ditemukan dalam al-quran melainkan kata “ayat”. Bukti-bukti
inilah yang luar biasa sehingga manusia khusunya masyarakat Arab ketika itu
bertekuk lutut atau paling tidak sebenarnya mereka mengakuinya. Diantara
bukti-bukti yang luar biasa tersebut adalah pada aspek kebahasaannya,
isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya.
Ditilik dari kebahasaan, Al-Qur`an mempunyai kandungan makna
luar biasa baik yang dihasilkan dari pemilihan kata, kalimat dan hubungan antar
keduanya, efek fonologi terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh
terhadap jiwa penikmatanya atau efek fonologi terhadap makna yang ditimbulkan
serta deviasi kalimat yang sarat makna. Ditambah lagi adanya keseimbangan
redaksinya serta keseimbangan antara jumlah bilangan katanya. Sehingga tak
heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek simbul yang sangat
kominikatif lagi fenomenal.
Tak kalah serunya Al-Qur`an dilihat dari demensi ilmiyah.
Bagaimana Al-Qur`an mendiskripsikan tentang reproduksi manusia, hal ihwal
proses penciptaan alam beserta frora dan faunanya tentang awan peredaran
matahari dan seterusnya yang semua itu dapat dibuktikan keabsahannya melalui
kacamata ilmiyah, sehingga menujukkan bahwa Al-Qur`an sejalan dengan rasio dan
akal manusia.
Adanya kisah-kisah misterius dalam Al-Qur`an, menempatkannya
sebagai ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai mulai hulu peradaban
umat manusia hingga hilirnya. Bahwa peristiwa-peristiwa tersebut sengaja
dihadirkan oleh Tuhan agar manusia mampu menjadikannya sebagai ‘ibrah
kehidupan. Ia merupakan sebuah metode yang dipilih Tuhan untuk menuangkan nilai
yang terkandung didalamnya.
Keistimewaan Al-Qur`an yang paling esensi adalah petunjuk
hukum secara kooperatif, komprehensif dan holistik baik yang berkenaan masalah
akidah, agama, sosial, pilitik dan ekonomi yang secara umum bertolak pada azaz
keadilan dan keseimbangan, baik secara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat
atau manusia sebagai indifidu, social masyarakat atau dengan Tuhannya. Demikianlah
yang dapat penulis paparkan dan akhirnya wallahu ‘alam bish-shawab.
DAFTAR PUSTAKA
¯ Ash Showy, Ahmad (et.al). Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunah
tentang IPTEK. GP Jakarta . Cet. Ke IV. 1999
¯ Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 596, Balai
Pustaka Jakarta, Cet. Ke II 1989
¯ Munawar, Said Aqil. Al-Qur`an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki.
Jakarta : Ciputat Press. Cetakan ke 2 Agustus 2002
¯ Qulyubi, Shihabuddin. Stilistika Al-Qur`an. Yogyakarta : Titan
Ilahi Perrs. cetakan 1 November 1997
¯ Syihab, Quraish, M. 1994. Membumikan
Al-Quran. Bandung: Mizan.
¯ Syihab, Quraish, M. 1997. Mukjizat Al-Quran:
Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib. Bandung:
Mizan.
artikel yang sangat bagus masyarakat harus tau, main juga ke blog saya
BalasHapushttp:/kampustujuan.blogspot.co.id/