Minggu, 26 Agustus 2012

Imigran Membawa berkah



Nama                           : Muhammad Iqbal
No Reg                        : 2715100105
Fakultas/Jurusan          : FBS/Bahasa Arab

Jakarta adalah kota utama di Indonesia sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia. Hasil survey Badan Pusat Statistik DKI Jakarta tahun 2010, Kota ini telah dihuni oleh 9.588.198 jiwa. Melonjaknya populasi di Jakarta karena Jakarta sebagai pusat segalanya, pusat  pemerintahan, pusat industri dan perekonomian, pusat hiburan, dan pusat perkantoran. Sebagai pusat kegiatan, Jakarta memiliki komposisi etnis yang sangat hereogen, mulai dari etnis pribumi hingga manca  negara. Etnis Betawi, Jawa, Sunda, Minang, Ambon, Bali, Melayu, Thionghoa, Afrika, Arab, dan sebagainya. Fakta ini sebagai bukti dari cerminan pancasila sila ke-3 yang berbunyi, " Persatuan Indonesia ". Hal ini karena semua etnis hidup dalam satu lingkungan yang sama dengan damai tanpa ada permusuhan antar etnis.
Melihat fakta diatas akan sangat sulit sekali melihat dinding pemisah antar entnis di ibu kota DKI Jakarta ini. Karena sekitar 70 persen penduduk tinggal di pemukiman kumuh, selebihnya di pemukiman elit. Justru di tiap pemukiman tercermin kehidupan multi etnis. Jauh berbeda pada zaman kolonial Belanda terdapat pemisahan pemukiman berdasarkan etnis, kampung Melayu hanya dihuni orang-orang melayu, dan sebagainya. Namun sekarang hal ini sudah tidak tampak, sehingga pertukaran budaya antar etnis tersebut sangat cepat, sehingga nantinya akan menghasilkan suatu kebudayan baru. Selain akulturasi dan asimilasi budaya, terjadi pula campur dan alih kode bahasa antar etnis. campur kode dan alih kode ini juga terjadi pada dialeh tau logat yang terjdai oleh masing-masing etnis. Logat bahasa daerah masing-masing atau bahasa ibu ini telah hilang, bahkan berubah menjadi dialek Betawi asli. Inilah yang menjadikan kita kaya akan bahasa nusantara dan sumber kajian linguistik. Tidak hanya memahami bahasa daerah sendiri, melainkan memahami bahasa daerah lain dan bahasa asing.


Berkah para imigran ini tidak hanya terjadi pada segi budaya dan bahasa saja, tetapi dari berkah pendapatan. Kita dapat melihat ketika sedang ada hari raya besar umat islam, Idul Fitri. Tidak hanya umat islam yang merayakan kesenangan tersebut, melainkan seluruh etnis dan masyarakat kota Jakarta khususnya. Etnis Thionghoa mendapatkan berkahnya. Di pasar tanah abang yang mayoritas pedagang adalah masyarakat Thionghoa kebanjiran permintaan akan baju lebaran. Etnis pribumi pun turut mendapatkan berkah – Betawi, Melayu, Minang, dan lain-lain – kebanjiran permintaan akan bahan makan. Permintaan datang dari kota Jakarta sendiri ataupun dari kota-kota diluar Jakarta. Sebagai contoh lain, pada saat perayaan imlek. Warga Tionghoa dan warga lainnya kebanjiran order peralatan untuk menyambut imlek. Masyarakat yang kurang mampu pun turut mendapatkan berkah, mereka mendapatkan angpau dari warga Thionghoa. Selain pada hari perayaan, etnis-etnis pendatang telah membuka lapangan pekerjaan bagi etnis lain. Di pasar Tanah Abang etnis Thionghoa membuka sumber penghasilan bagi warga sekitar.
Bukti nyata dari para etnis pendatang yang membawa berkah ini adalah terdapat gedung-gedung tinggi yang menjulang yang menjadikan ibu kota DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian manca negara bagi Negara Republik Indonesia. Imigran asing yang bekerja di DKI Jakarta menghasilkan devisa untuk pendapatan daerah yang cukup besar.
Dari berbagai macam etnis lokal ataupun asing, berkah yang paling terasa yaitu berkah jaringan. Dengan banyak kenalan antar etnis, kita dapat bertukar informasi dan pengalam dari berbagai etnis tersebut. Bila sebagai wirausaha, kita bisa mendapatkan informasi harga barang atau jasa yang murah dengan kualitas yang bersaing dan kenalan yang dapat mempermudah alur barang atau jasa. Bila sebagai peneliti, bisa menemukan keunikan masing-masing budaya. Bila sebagai guru, bisa menemukan beraneka ragam metode dalam pembelajaran yang dapat diterapkan dan dikembangkan. Bila sebagai pembelajar, bisa memperlajari masing-masing keunikan dan warna budaya tersebut.
Kota Jakarta banyak etnis yang menetap disana, sudah tentu bisa menimbulkan gesekan antar etnis. Tapi kenyataannya tetap hidup rukun. Di daerah Jakarta Pusat, tepatnya di Tanah Abang, terdapat etnis Afrika, Ambon, Betawi, dan Thionghoa. Gesekan social jarang terjadi. Inilah indahnya persatuan dan kerukunan antar etnis.  DKI Jakarta adalah potret kepulauan Indonesia. Indonesia mendapat puji dari Dubes Qatar, mereka iri pada Negara Kesatuan Republik Indonesia karena dapat bersatu tanpa permusuhan dan tanpa mempengaruhi bahasa. Hal ini pun mendapat pujian, Indonesia tetap bersatu dengan satu ideologi. Berbeda dengan Korea Selatan dan Korea Utara. Korea Selatan memisahkan diri dari Korea Utara karena berbeda ideologi.
Pergaulan antar etnis ini telah mengalami asimilasi dan akulturasi budaya. Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta yang agak sedikit tersingkir oleh suku lain yang menetap di DKI Jakarta. Karena suku Betawi tersingkir dan khawatir budaya asli mereka musnah akibat asimilasi dan akultirasi ini, maka mereka hijjrah berpindah ke wilayah - wilayah yang berada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Untuk itu didirikan cagar budaya Betawi di Situ Babakan, Jakarta Selatan. Sisi positif dari tersingkirnya budaya asli Betawi yaitu cagar budaya Betawi ini dijadikan objek wisata, sebagai bukti etnis Betawi adalah penduduk asli ibu kota DKI Jakarta.
Masih banyak keuntungan dari para imigran yang merantau dan menetap di DKI Jakarta ini. Sebagai warga yang baik lagi bijak, kita harus tetap menjaga kearifan lokal budaya daerah masing-masing dengan tetap menjaga nilai – nilai luhur pancasila sebagai satu ideologi dan pandangan agar  Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap utuh menjadi satu kesatuan dengan beragam budaya dan bahasa yang ada di dalamnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar