Nama :
Muhammad Iqbal
No Reg :
2715100105
Fakultas/Jurusan : FBS/Bahasa Arab
Jakarta adalah kota utama di
Indonesia sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia. Hasil survey Badan Pusat
Statistik DKI Jakarta tahun 2010, Kota ini telah dihuni oleh 9.588.198 jiwa.
Melonjaknya populasi di Jakarta karena Jakarta sebagai pusat segalanya, pusat pemerintahan, pusat industri dan perekonomian,
pusat hiburan, dan pusat perkantoran. Sebagai pusat kegiatan, Jakarta memiliki
komposisi etnis yang sangat hereogen, mulai dari etnis pribumi hingga
manca negara. Etnis Betawi, Jawa, Sunda,
Minang, Ambon, Bali, Melayu, Thionghoa, Afrika, Arab, dan sebagainya. Fakta ini
sebagai bukti dari cerminan pancasila sila ke-3 yang berbunyi, " Persatuan
Indonesia ". Hal ini karena semua etnis hidup dalam satu lingkungan yang
sama dengan damai tanpa ada permusuhan antar etnis.
Melihat fakta diatas akan sangat
sulit sekali melihat dinding pemisah antar entnis di ibu kota DKI Jakarta ini.
Karena sekitar 70 persen penduduk tinggal di pemukiman kumuh, selebihnya di
pemukiman elit. Justru di tiap pemukiman tercermin kehidupan multi etnis. Jauh
berbeda pada zaman kolonial Belanda terdapat pemisahan pemukiman berdasarkan
etnis, kampung Melayu hanya dihuni orang-orang melayu, dan sebagainya. Namun
sekarang hal ini sudah tidak tampak, sehingga pertukaran budaya antar etnis
tersebut sangat cepat, sehingga nantinya akan menghasilkan suatu kebudayan
baru. Selain akulturasi dan asimilasi budaya, terjadi pula campur dan alih kode
bahasa antar etnis. campur kode dan alih kode ini juga terjadi pada dialeh tau
logat yang terjdai oleh masing-masing etnis. Logat bahasa daerah masing-masing
atau bahasa ibu ini telah hilang, bahkan berubah menjadi dialek Betawi asli. Inilah
yang menjadikan kita kaya akan bahasa nusantara dan sumber kajian linguistik.
Tidak hanya memahami bahasa daerah sendiri, melainkan memahami bahasa daerah
lain dan bahasa asing.
Berkah para imigran ini tidak hanya
terjadi pada segi budaya dan bahasa saja, tetapi dari berkah pendapatan. Kita
dapat melihat ketika sedang ada hari raya besar umat islam, Idul Fitri. Tidak
hanya umat islam yang merayakan kesenangan tersebut, melainkan seluruh etnis
dan masyarakat kota Jakarta khususnya. Etnis Thionghoa mendapatkan berkahnya.
Di pasar tanah abang yang mayoritas pedagang adalah masyarakat Thionghoa
kebanjiran permintaan akan baju lebaran. Etnis pribumi pun turut mendapatkan
berkah – Betawi, Melayu, Minang, dan lain-lain – kebanjiran permintaan akan
bahan makan. Permintaan datang dari kota Jakarta sendiri ataupun dari kota-kota
diluar Jakarta. Sebagai contoh lain, pada saat perayaan imlek. Warga Tionghoa
dan warga lainnya kebanjiran order peralatan untuk menyambut imlek.
Masyarakat yang kurang mampu pun turut mendapatkan berkah, mereka mendapatkan angpau
dari warga Thionghoa. Selain pada hari perayaan, etnis-etnis pendatang telah
membuka lapangan pekerjaan bagi etnis lain. Di pasar Tanah Abang etnis
Thionghoa membuka sumber penghasilan bagi warga sekitar.
Bukti nyata dari para etnis
pendatang yang membawa berkah ini adalah terdapat gedung-gedung tinggi yang
menjulang yang menjadikan ibu kota DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian manca
negara bagi Negara Republik Indonesia. Imigran asing yang bekerja di DKI
Jakarta menghasilkan devisa untuk pendapatan daerah yang cukup besar.
Dari berbagai macam etnis lokal
ataupun asing, berkah yang paling terasa yaitu berkah jaringan. Dengan banyak
kenalan antar etnis, kita dapat bertukar informasi dan pengalam dari berbagai
etnis tersebut. Bila sebagai wirausaha, kita bisa mendapatkan informasi harga
barang atau jasa yang murah dengan kualitas yang bersaing dan kenalan yang
dapat mempermudah alur barang atau jasa. Bila sebagai peneliti, bisa menemukan
keunikan masing-masing budaya. Bila sebagai guru, bisa menemukan beraneka ragam
metode dalam pembelajaran yang dapat diterapkan dan dikembangkan. Bila sebagai
pembelajar, bisa memperlajari masing-masing keunikan dan warna budaya tersebut.
Kota Jakarta banyak etnis yang
menetap disana, sudah tentu bisa menimbulkan gesekan antar etnis. Tapi
kenyataannya tetap hidup rukun. Di daerah Jakarta Pusat, tepatnya di Tanah
Abang, terdapat etnis Afrika, Ambon, Betawi, dan Thionghoa. Gesekan social
jarang terjadi. Inilah indahnya persatuan dan kerukunan antar etnis. DKI Jakarta adalah potret kepulauan
Indonesia. Indonesia mendapat puji dari Dubes Qatar, mereka iri pada Negara
Kesatuan Republik Indonesia karena dapat bersatu tanpa permusuhan dan tanpa
mempengaruhi bahasa. Hal ini pun mendapat pujian, Indonesia tetap bersatu
dengan satu ideologi. Berbeda dengan Korea Selatan dan Korea Utara. Korea
Selatan memisahkan diri dari Korea Utara karena berbeda ideologi.
Pergaulan antar etnis ini telah
mengalami asimilasi dan akulturasi budaya. Suku Betawi sebagai penduduk asli
Jakarta yang agak sedikit tersingkir oleh suku lain yang menetap di DKI
Jakarta. Karena suku Betawi tersingkir dan khawatir budaya asli mereka musnah
akibat asimilasi dan akultirasi ini, maka mereka hijjrah berpindah ke
wilayah - wilayah yang berada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Untuk
itu didirikan cagar budaya Betawi di Situ Babakan, Jakarta Selatan. Sisi
positif dari tersingkirnya budaya asli Betawi yaitu cagar budaya Betawi ini
dijadikan objek wisata, sebagai bukti etnis Betawi adalah penduduk asli ibu
kota DKI Jakarta.
Masih banyak keuntungan dari para
imigran yang merantau dan menetap di DKI Jakarta ini. Sebagai warga yang baik
lagi bijak, kita harus tetap menjaga kearifan lokal budaya daerah masing-masing
dengan tetap menjaga nilai – nilai luhur pancasila sebagai satu ideologi dan
pandangan agar Negara Kesatuan Republik
Indonesia tetap utuh menjadi satu kesatuan dengan beragam budaya dan bahasa
yang ada di dalamnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar