Sabtu, 15 Oktober 2011

Ekonomi Islam


A.    SEJARAH EKONOMI

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidak-seimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity).
                                                                       
Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani, οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.” Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.


Secara umum, subyek dalam ekonomi dapat dibagi dengan beberapa cara, yang paling terkenal adalah mikroekonomi vs makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa dibagi menjadi positif (deskriptif) vs normatif, mainstream vs heterodox, dan lainnya. Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmu terapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori ekonomi juga dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik, kesehatan, pendidikan, keluarga dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi — seperti yang telah disebutkan di atas — adalah ilmu yang mempelajari pilihan manusia.

Adam Smith sering disebut sebagai yang pertama mengembangkan ilmu ekonomi pada abad 18 sebagai satu cabang tersendiri dalam ilmu pengetahuan. Melalui karya besarnya Wealth of Nations, Smith mencoba mencari tahu sejarah perkembangan negara-negara di Eropa. Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutama yang tertuang dalam The Theory of Moral Sentiments. Perkembangan sejarah pemikiran ekonomi kemudian berlanjut dengan menghasilkan tokoh-tokoh seperti Alfred Marshall, J.M. Keynes, Karl Marx, hingga peraih hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 2006, Edmund Phelps.
Secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali oleh apa yang disebut sebagai aliran klasik. Aliran yang terutama dipelopori oleh Adam Smith ini menekankan adanya invisible hand dalam mengatur pembagian sumber daya, dan oleh karenanya peran pemerintah menjadi sangat dibatasi karena akan mengganggu proses ini. Konsep invisble hand ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya.
Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar tahun 1930-an yang menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap gejolak di pasar saham. Sebagai penanding aliran klasik, Keynes mengajukan teori dalam bukunya General Theory of Employment, Interest, and Money yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu mampu menciptakan keseimbangan, oleh karenanya, intervensi pemerintah harus dilakukan agar distribusi sumber daya mencapai sasarannya. Dua aliran ini kemudian saling “bertarung” dalam dunia ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak varian dari keduanya, seperti : new classical, neo klasik, new keynesian, monetarist, dan lain sebagainya.
Namun perkembangan dalam pemikiran ini juga berkembang ke arah lain, seperti teori pertentangan kelas dari Karl Marx dan Friedrich Engels, serta aliran institusional yang pertama dikembangkan oleh Thorstein Veblen, dkk., dan kemudian oleh peraih nobel Douglass C. North.

B.      PENGERTIAN EKONOMI ISLAM
             Ekonomi islam merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari metode untuk memahami dan memecahkan masalah ekonomi yang didasarkan atas ajaran agama islam. Perilaku manusia dan masyarakat yang didasarkan atas ajaran islam inilah yang kemudian disebut sebagai perilaku rasional yang kemudian disebut sebagai perilaku rasional islam yang akan menjadi dasar pembentukan suatu perekonomian islam.
Ekonomi islam sangat berbeda dengan ekonomi biasanya atau ekonomi konvensioal. Ekonomi islam berlandaskan dengan syari’at-syari’at islam. Yang didalamnya tidk ada riba dan semacamnya. Ekonomi islam sering kita sebut dengan ekonomi syariah. Diantara kita hanya mengenal ekonomi islam atau ekonomi syariah dengan bank syariah saja. Kita menganggap bahwa ekonomi islam atau syariah identik dengan itu saja. Padahal banyak sekali macam-macam dari ekonomi islam, ada ekonomi mikro dan makro dalam islam dan lain sebagainya.
Banyak dari kita yang enggan untuk memakai ekonomi syariah atau ekonomi islam, padahal kebanyakan dari kita atau Indonesia beragama islam. Tetapi di negara-negara lain sudah banyak yang memakai ekonomi syariah atau islam terutama Negara-negara maju karena mereka sudah menemukan keuntungan-keuntunga n yang mereka dapat dari ekonomi syariah atau islam. Diantara Negara-negara maju tersebut antara lain adalah Amerika. Eropa, Australia dan lain sebagainya.
Padahal ekonomi islam atau ekoomi syariah iyu adalah ekonomi dari agama kita sendiri yaitu islam. Tapi bnayak sdari kita yang malu atau gak mau unutk menegakkan ekonomi syariah tersebut. Oleh karena itu kita sangat ketinggalan jauh dengan orang-orang yahudi atau nashara, karena mereka yang menggunakan system ini duluan dan kita akhiranya hanya menjadi seorang pengikut saja.


C.    KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM
Konsep dasar ekonomi islam meliputi:
a.       Tujuan Hidup
Pada dasarnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini dalam keadaan bahagia, baik secara material maupun spiritual, idividual maupun sosial. Namun, dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraihkarena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami dan menterjemahkan keinginannya secara komperhensif, keterbatasan dalam menyeimbangkan antar aspek kehidupan,maupun keterbatasan sumber daya yang bisa di gunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut.
b.      Falah sebagai Tujuan Hidup
Falah berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan atau kemenangan. Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Istilah falah menurut islam diambil dari kata – kata Alquran, yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang dunia dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konsep yang multi dimensi. Ia memiliki implikasi pada aspek perilaku individual/mikro maupun perilaku kolektif/makro.
Untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga pengertian, yaitu kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan, serta kekuatan dan kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan dunia akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan pengetahuan abadi (bebas dari segala kebodohan).
D.    TUJUAN DAN LANDASAN
*      LANDASAN SYARIAH
1.      ALQUR’AN
-          Qs.al-Ahzab:72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).
-          Qs.Hud:61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
-          Qs.al-Baqarah:30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah Allah di bumi).


2.      AL HADITS
3.      IJMA’
Ibnu Qadamah dalam kitabnya al mughni 5/109 telah berkata, “kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi msyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari padanya. 

E.     RUANG LINGKUP EKONOMI ISLAM
Islam adalah agama yang sempurna hal ini di tegaskan oleh Firman Allah:
….Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.(QS Al maidah:3)
Dalam ayat tersebut dengan jelas Allah SWT, telah menyempurnakan Islam artinya Islam agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan yang mampu memecahkan seluruh problematika kehidupan manusia, mulai dari hal yang terkecil, misalnya masalah individu hingga hal yang terbesar masalah negara. Hal ini semakin mempertegas bahwa ruang lingkup islam tidak hanya dalam ranah ibadah mahdah semata melainkan dalam ranah muamalah pun islam mengaturnya. Dalam muamalah kita tidak lepas dari problematika ekonomi, oleh karena itu islam tampil untuk bisa menyelesaikan problematika ekonomi. Dalam ekonomi, fakta sejarah telah membuktikannya bahwa tatkala islam tampil dalam bentuk sebuah sistem yang kaffah (menyeluruh), islam mampu membawa masyarakatnya baik secara individu maupun negara menuju pada kesejahteraan. Inipun di buktikan oleh intelektual barat yang objektif seperti menurut Will Durant dalam The Story of Civilization, menuliskan,:
…Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besar bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para khalifah telah menyiapkan berbagai kesempatan bagi siapa pun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka.
Jadi itulah ekonomi islam, jika sudah diterapkan baik dalam ranah individu, masyarakat maupun negara dipastikan akan membawa kemaslahan.

   Asas- asas ekonomi Islam
Setelah kita memahami Islam sebagai sistem kehidupan yang memecahkan seluruh problematika manusia di dunia dengan pelaksanaan syari’atnya, maka kita yakin aqidah Islam sebagai bangunan dasar agama ini di atasnya terpancar juga syari’at yang mengatur kegiatan ekonomi yang lazim disebut sistem ekonomi Islam.
Menurut An Nabhani (2009) dalam bukunya yang berjudul Sistem ekonomi Islam menyatakan bahwa ekonomi islam dibangun di atas landasan tiga kaidah atau tiga asas, yaitu kepemilikan (property), pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat.

Asas Pertama : Kepemilikan
Menurut definisi syariat kepemilikan adalah Izin pembuatan syariat (as-syari’) untuk memanfaatkan zat dan jasa tertentu, yang menyebabkan pemiliknya berhak mendapatkan kegunaan (utility)-nya, serta mendapatkan kompensasi darinya. Dengan demikian pada dasarnya segala sesuatu adalah milik Allah SWT. Allah mengizinkan kepada manusia untuk memiliki kekayaan dengan sebab-sebab tertentu. Allah SWT berfirman :
“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.” (QS. An-Nuur : 33).
An-Nabhani pun mengemukakan bahwa kepemilikan (property) menurut pandangan Islam dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1). Kepemilikan individu (private property); (2) kepemilikan umum (collective property); dan (3) kepemilikan negara (state property).

1). Kepemilikan Individu (private property)
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi dari barang tersebut (jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli). Oleh karena itu setiap orang bisa memiliki kekayaan dengan sebab-sebab (cara-cara) kepemilikan tertentu.
An-Nabhaniy (2009) mengemukakan, dengan mengkaji secara komprehemsif hukum-hukum syara’ yang menentukan pemilikan seseorang atas harta tersebut, maka akan nampak bahwa sebab-sebab kepemilikan tersebut terbatas pada lima sebab berikut ini :
1.      Bekerja.
2.      Warisan.
3.      Kebutuhan akan harta untuk mempertahankan hidup.
4.      Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat.
5.      Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.

2). Kepemilikan Umum (collective property)
Kepemilikan umum adalah izin As-Syari’ kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah SWT dan Rasulullah saw bahwa benda-benda tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, hukum Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan sekelompok kecil orang.(An Nabhani, 2009)
Dengan demikian dari pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
Benda-benda yang merupakan fasilitas umum, dimana kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan menyebabkan kesulitan hidup dan masyarakat menjadi sengsara serta berdampak sistemik.
Yang merupakan fasilitas umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Rasulullah saw telah menjelaskan dalam sebuah hadits bagaimana sifat fasilitas umum tersebut. Dari lbnu Abbas, bahwa Nabi saw bersabda:
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padang rumput, dan api.”(HR. Abu Daud)
Anas r.a meriwayatkan hadits dari lbnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan: wa tsamanuhu haram (dan harganya haram), yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan.
Dengan demikian jika kita melihat fakta saat ini maraknya privatisasi yang dilakukan oleh pemerintah sebetulnya telah dan sangat bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam. karena barang tambang, hutan dan air yang melimpah adalah milik umum tidak boleh individu memilikinya apalagi di kuasai oleh asing yang sudah sangat terang-terangan memusuhi Islam dan umatnya.

b.    Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan.
Menurut Ismail (2009) Yang dapat dikategorikan sebagai kepemilikan umum adalah benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah hanya dimiliki oleh pribadi. Hal ini karena benda-benda tersebut merupakan benda yang tercakup kemanfaatan umum (kelompok pertama di atas). Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah jalan raya, sungai, masjid dan fasilitas umum lainnya. Benda-benda ini dari segi bahwa merupakan fasilitas umum adalah hampir sama dengan kelompok pertama. Namun meskipun benda-benda tersebut seperti jenis yang pertama, namun benda-benda tersebut berbeda dengan kelompok yang pertama, dari segi sifatnya, bahwa benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh individu.
Contoh barang seprti ini mislanya meliputi jalan, sungai, laut, danau, tanah-tanah umum, teluk, selat dan sebagainya.
Dengan demikian,  penguasaan jalan tol saat ini sebetulnya telah bertetangan, karena jalan merupakan milik umum, tidak boleh di kuasi oleh individu atau perusahaan. Sudah menjadi kewajiban negara dalam memberikan fasilitas yang layak untuk kesejahteraan masyarakat.

c.         Bahan Tambang yang Jumlahnya Sangat Besar
Saat ini tidak hanya di Indonesia melainkan di seluruh penjuru dunia. individu bisa menguasai apapun yang dia inginkan, entah itu pulau, danau, tambang bahkan hutan sekalipun asalkan dia memiliki uang untuk membelinya. padahal itu semua bertentangan dengan Islam hal ini sesuai dengan hadist Rasululah. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah saw untuk dibolehkan mengelola sebuah tambang garam. Lalu Rasulullah saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki dari majelis dan bertanya : “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir.” Rasulullah saw kemudian menarik kembali tambang tersebut darinya. (HR. At-Tirmidzi)

3). Kepemilikan Negara (state properti)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana negara dapat memberikan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan kebijakannya. Makna pengelolaan oleh negara ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk mengelolanya semisal harta fa’i, kharaj, jizyah dan sebagainya.

Asas Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)
Pengelolaan kepemilikan adalah sekumpulan tatacara (kaifiyah) –yang berupa hukum-hukum syara– yang wajib dipegang seorang muslim tatkala ia memanfaatkan harta yang dimilikinya (Abdullah, 1990).
An-Nabhani (2009) menyebutkan Secara garis besar, pengelolaan kepemilikan mencakup dua kegiatan. Pertama, pembelanjaan harta (infaqul mal). Kedua, pengembangan harta (tanmiyatul mal).

1) Pembelanjaan Harta
Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah pemberian harta tanpa adanya kompensasi.

2) Pengembangan Harta
Pengembangan harta (tanmiyatul mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki.

Asas Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Distribusi kekayaan merupakan masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Distribusi dilakukan dengan tujuan tercukupinya kebutuhan pokok individu masyarakat dan mengindari agar tidak terjadi penumpukan harta pada segolongan orang. seperti yang terjadi saat ini, dimana harta yang beredar hanya dimiliki oleh para capital. Dengan demikian islam mengatur itu semua.
Islam telah mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Allah SWT berfirman :
…..Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang yang kaya saja diantara kalian (QS. al-Hasyr[59]:7)
Kemudian Islam pun melarang dengan sangat tegas penimbunan emas dan perak(harta kekayaan) meskipun zakatnya dikeluarkan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
“Dan Orang –oang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah pada mereka, (bahwa mereka akan menfatkan ajab) siksa yang pedih.”(QS. At Taubah:34)
ayat tersebut jelas merupakan solusi yang ditawarkan oleh ekonomi islam terkait distribusi kekayaan. Adapun secara teknis ekonomi islam melaksanakan dua  mekanisme untuk pemerataan distribusi, yakni mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi.

F.     EKONOMI MIKRO DAN MAKRO DALAM ISLAM
*      Ekonomi Mikro Dan Makro Ekonomi Islam.

            lahirnya Ekonomi Makro pada tahun 1936 adalah sebagai bentuk solusi dari permasalahan yang ditimbulkan oleh teori dan praktek Ekonomi Mikro yang lahir sejak tahun 1776, permasalahan tersebut adalah inflasi dan pengangguran. Dua tema utama yang menjadi pembahasan dalam ekonomi makro. Adapun materi lain selain inflasi dan kesempatan kerja dalam ekonomi makro, merupakan hanya materi pendukung atau alat untuk melihat apakah solusi yang diberikan ekonomi makro menggapai sukses.

*      Definisi Ekonomi Mikro dan Makro menurut Ekonomi Islam

            Dari uraian sejarah singkat dari ekonomi mikro dan ekonomi makro tersebut maka definisi ekonomi mikro dan ekonomi makro tidaklah lagi sebagaimana definisi umum yang biasa kita kenal dalam buku-buku mengenai keduanya. Yaitu ekonomi mikro disebutkan sebagai teori yang menelaah kegiatan ekonomi secara individual dari sudut pandang hubungan antara produksi, konsumsi, harga, permintaan dan penawaran. Dan ekonomi makro adalah teori yang  menelaah hubungan variable ekonomi secara agregat, seperti inflasi, pengangguran, PDB dan pendapatan nasional dan lain-lain. Tidaklah demikian. Sebagaimana sejarah menyebutkan, maka definisi dari ekonomi mikro dan makro dapat kita definisikan dengan definisi yang lebih akurat, yakni sebagai berikut:

Bahwa Ekonomi Mikro adalah:

Teori ekonomi yang menelaah kegiatan ekonomi antar individu dalam suatu masyarakat, yang apabila teori tersebut dipraktekkan dalam kehidupan nyata pasti akan menimbulkan masalah, yang masalah tersebut tidak akan pernah dapat terselesaikan dengan cara apapun juga.”

Apabila ada sebuah solusi yang mampu meredam gejolak masalah tersebut, pasti dikemudian hari masalah tersebut akan muncul kembali dengan permasalahan yang jauh lebih besar.

Adapun definisi dari Ekonomi Makro adalah:

Teori ekonomi yang membahas masalah kebijakan yang diambil pemerintah sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh praktek dari teori ekonomi mikro

Sebenarnya dalam definisi baru dari ekonomi makro tersebut juga kurang tepat, sebab solusi yang diberikan menurut pembahasan  dalam ekonomi makro tidak pernah menyentuh sumber penyakitnya atau sumber permasalahannya. Sehingga bila diibaratkan, seperti seorang dokter yang memberi resep obat penyakit asma, padahal penyakit yang diderita pasiennya adalah penyakit kangker. Jelas tidak mungkin sembuh.

*      Mengidentifikasi Sumber Masalah

Masalahnya tentu ada pada setiap pemikiran yang merupakan hasil dari pemikiran manusia yang merupakan makhluk lemah, yang sudah tentu akan menghasilkan pemikiran lemah yang sarat dengan cacat. Dan letak kelemahannya ada pada pemikiran yang menghasilkan peraturan hukum (sistem) yang mengatur kegiatan ekonomi antara manusia satu dengan manusia lainnya, bukan pada masalah teknisnya yang berfungsi sebagai alat penjalan roda perekonomian, seperti bagaimana tata cara teknis memproduksi barang dan jasa.

Permasalahan pokok dalam teori ekonomi mikro adalah menyangkut sistem dalam menghasilkan output/hasil produksi. Yaitu berkaitan dengan biaya-biaya dari faktor-faktor produksi, seperti SDA (biaya sewa tanah dan hukum industri), Modal (biaya bunga modal dan teori akumulasi kapital), dan SDM (biaya tenaga kerja). Masing-masing dari biaya factor-faktor produksi tersebut menurut tokoh aliran Klasik memiliki peraturannya sendiri saat diterapkan. Dan menurut ekonomi Islam, inilah sumber masalah yang seharusnya menjadi fokus pembahasan para ahli untuk menguraikan problem ekonomi, seperti inflasi, pengangguran dan kemiskinan. Dan bukannya berputar pada masalah pembahasan bagaimana meningkatkan pendapatan nasional dan menaik-turunkan suku bunga, sebagaimana solusi yang selama ini diberikan ekonomi makro.

Sebagaimana dalam penghitungan, apabila menggunakan pendekatan pendapatan, biaya-biaya inilah (SDA, SDM, Modal) yang jika ditambahkan dengan profit/keuntungan, pada seluruh perusahaan nasional, menjadi perhitungan setiap bangsa di dunia untuk melihat jumlah Pendapatan Nasional mereka. Apakah mengalami kemajuan dari tahun sebelumnya ataukah tidak. Apabila ada kemajuan dari tahun sebelumnya maka keadaan ekonomi suatu bangsa atau PDB/PNB mereka dikatakan mengalami kemajuan.

a.      Biaya Sewa Tanah dan Hukum Industri

Menurut David Ricardo, tanah adalah factor produksi yang dimiliki rumah tangga dan yang dibutuhkan perusahaan dalam menjalankan proses produksinya. Tanah tersebut tetap menjadi milik perseorangan (rumah tangga) selama sebuah perusahaan belum membeli darinya. Dengan demikian harus ada kompensasi bagi pemilik tanah saat tanah tersebut digunakan oleh pemilik industri/perusahaan, sebab pemilik tanah tersebut memang akan memintanya, dan kompensasi tersebut adalah sewa. Hukum pertanahan di Indonesia pun demikian, seorang pemilik tanah dijamin atas hak kepemilikan tanahnya dengan sebuah sertifikat. Yang menjamin bahwa tanah tersebut akan tetap menjadi miliknya selamanya, kecuali melalui proses jual beli maupun hibah. Dengan demikian walaupun tanah tersebut dibiarkan tanpa dikelola bertahun-tahun, tanah tersebut akan tetap menjadi pemilik awal.
                                                                                        
Adapun hukum kepemilikan tanah dalam ekonomi Islam tidak sebagaimana teori hukum pertanahan dalam teori ekonomi mikro David Ricardo. Ekonomi Islam  mengharamkan seorang pemilik tanah menyewakan tanahnya. Ekonomi Islam hanya memberikan dua pilihan kepada pemilik tanah, yaitu segera dikelola oleh dirinya sendiri, atau ia berikan tanah tersebut kepada orang lain. Dan apabila tanah tersebut tidak dikelola oleh pemiliknya, maka negara memberikan jangka waktu tiga tahun berturut-turut. Apabila lebih dari tiga tahun berturut-turut tanah tersebut tidak ia kelola, maka dengan paksa negara akan mengambil hak kepemilikannya untuk kemudian diberikan pada orang lain.

Sebagaimana Hadits dari Umar bin Khattab:
Barang siapa menelantarkan tanah selama tiga tahun berturut-turut dan ia tidak mengelolanya, maka apabila datang orang lain dan ia mengelolanya, maka tanah tersebut menjadi miliknya”.

Dan larangan Rasulullah SAW menyewakan tanah:
Siapa saja yang mempunyai tanah, hendaknya menanami tanahnya, atau hendaknya ditanami (diberikan pada) saudaranya. Dan janganlah menyewakannya dengan sepertiga, seperempat, maupun dengan makanan yang sepadan.” (HR. Abu Daud)


b.      Biaya Bunga Modal dan Teori Akumulasi Kapital

Menurut teori aliran Klasik, bunga merupakan instrument utama yang membuat lembaga keuangan perbankan dapat tegak berdiri. Bila tiada bunga, tidak akan ada perbankan. Dan keberadaan perbankan dimaksudkan untuk mempermudah pihak yang membutuhkan modal bertemu dengan pihak pemilik modal, selain itu bunga juga berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Dengan demikian bunga merupakan instrument penting dalam teori ekonomi mikro juga makro. Bungalah yang membuat roda perekonomian terus berjalan.
Namun tidak demikian menurut ekonomi Islam, bunga merupakan instrument haram yang harus disingkirkan sejauh mungkin. Sebab bunga obligasi dan bunga perbankanlah yang membuat APBN pemerintah harus mendanai LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dalam menyehatkan kembali perbankan yang sakit. Alhasil pemerintah harus mencetak uang setiap tahunnya demi menutupi APBN yang jebol. Tentu saja akibatnya jumlah uang beredar akan bertambah setiap tahunnya. Bertambahnya jumlah uang beredar tentu membuat nilai uang menjadi turun. Dengan begitu tampaklah seolah harga-harga seluruh barang akan naik secara serentak, padahal kejadian sebenarnya adalah menurunnya nilai uang karena jumlahnya yang selalu bertambah, dan inilah yang dimaksud dengan inflasi yang sebenarnya. Yaitu turunnya nilai uang, dan bukan naiknya harga seluruh barang. Alhasil, secara riil rakyat yang berpenghasilan tetap akan termiskinkan secara sistematis.

Solusi dari ekonomi Islam agar uang yang beredar di masyarakat bisa tetap jumlahnya, sehingga masyarakat tetap termudahkan mendapatkan uang tersebut sebagai alat tukar adalah, dengan memberi hukuman ta’zir yang menjerakan bagi para penimbun uang, penyimpan uang yang tidak memiliki tujuan konsumsi di masa depan. Sehingga mereka dipaksa oleh pemerintah untuk membelanjakan uang yang disimpan olehnya.

c.       Biaya Tenaga Kerja
Menurut David Ricardo, biaya/gaji tenaga kerja harus ditetapkan berdasarkan upah alami (natural wage). Upah alami adalah upah yang besarnya sekedar dapat membuat tenaga kerja tersebut dapat bertahan hidup. Sebab menurut Thomas Robert Malthus, apabila upah buruh/tenaga kerja tinggi maka mereka akan cenderung untuk terus bereproduksi. Alhasil jumlah penduduk akan terus melonjak melebihi jumlah produksi barang/jasa. Upah alami inilah yang mengilhami lahirnya konsep UMR (Upah Minimum Regional) yang ditetapkan berdasarkan KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Upah alami ini juga yang biasa disebut oleh pelopor musuh bebuyutan ekonomi Kapitalisme, yaitu ekonomi Sosialisme Karl Marx sebagai upah besi, sebagai bentuk kritikan kepada ekonomi Kapitalisme.
                                                                                                                  
Sebenarnya kelahiran konsep UMR ini dimaksudkan untuk menjaga agar upah yang diterima seorang tenaga kerja tidak sampai turun hingga pada jumlah yang tidak mampu menopang kebutuhan hidupnya. Artinya konsep ini dimaksudkan baik. Pemerintah memaksa para pemberi kerja untuk memberi gaji tenaga kerjanya diatas atau sama dengan UMR, agar para seorang pekerja bisa dapat mempertahankan hidupnya. Sehingga hidupnya terjamin. Namun yang sangat disayangkan adalah, kebanyakan pemegang kebijakan ekonomi di dunia ini tidak pernah memahami problem dasar penyebab yang melatarbelakangi bertambahnya penawaran tenaga kerja (jumlah pencari kerja), sehingga membuat harga tenaga kerja dipasaran tersebut menjadi turun. Ekonom dunia pun tidak pernah memahami latar belakang yang menyebabkan turunnya permintaan tenaga kerja (jumlah perusahaan). Yang seharusnya, apabila naiknya penawaran tenaga kerja diikuti oleh naiknya permintaan tenaga kerja, tentu naiknya penawaran tenaga kerja tersebut akan mampu terserap oleh permintaan tenaga kerja yang meningkat pula. Sehingga harga dari jasa tenaga kerja memiliki nilai pilih. Oleh sebab tidak difahaminya problem dasar tersebut, mengakibatkan setiap solusi yang diberikan pemerintah (ekonomi makro) tidak pernah dapat menyelesaikan masalah pengangguran.

Ekonomi Islam tidak terbagi menjadi ekonomi mikro (pembuat masalah) dan ekonomi makro (pemecah masalah). Sebab penerapan ekonomi Islam tidak akan menghasilkan masalah, sehingga tidak memerlukan sebuah solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Ekonomi Islam hanya terbagi menjadi Ilmu Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi Islam
G.    PERBEDAAN-PERBEDAAN
a.       Perbedaan Bank Syari’ah dan Bank Konvensional
No
BANK SYARIAH
BANK KONVENSIONAL
1
Hanya membiayai investasi yang halal saja
Tidak membedakan investasi yg halal & haram
2
Pendapatan bank berdasarkan prinsip bagi hasil,sewa,jual beli
Pendapatan dari selisih bunga pinjaman dan bunga tabungan (spread)
3
Berorientasi kepentingan bersama (nilai tambah) dan tidak mengejar keuntungan
Kepentingan sepihak dan semata2 mngejar keuntungan
4
Hubungan kekeluargaan dan kemitraan antara pemilik bank dan pengguna dana
Semata2 karena hubungan bisnis(komersial)
5
Selalu dalam pengawasan Dewan Pengawas Syariah
Diawasi Bank Indonesia(atau lembaga jasa keuangan)
b.      Pebedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
No.
Perbedaan
Ekonomi Islam
Ekonomi Konvensional
1.
Sumber (Epistemologi)
Larangan Allah SWT, seperti riba, perniagaan babi, judi, arak, dan lain sebagainya.
Tanpa ada pertimbangan soal ketuhanan dan akhirat tetapi lebih mengutamakan kemudahan manusia di dunia saja.
2.
Tujuan Kehidupan
Kejayaan di dunia dan akhirat
Sekuler, kepuasan di dunia saja
3.
Harta Sebagai Washilah
sebagai perantara bagi mewujudkan perintah Allah SWT
Harta sebagai keuntungan tanpa memperdulikan nilai wahyu, serta menindas golongan kaum lemah.



H.    KELEBIHAN EKONOMI ISLAM
Kelebihan Ekonomi Islam
-          Dilandasi oleh nilai-nilai ibadah
-          mencegah aktivitas ekonomi yang zhalim, eksploitatif, tidak transparan, dan menyengsarakan umat manusia
-          Memajukan Sektor Riil yang Tidak Eksploitatif, Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor riil (al-Baqarah: 275)
-          Menerapkan Mata Uang Berbasis Emas dan Perak
-          Menciptakan Mekanisme Pasar Internasional yang Adil
-          Mengemban Misi Kemanusiaan

I.       IMPLEMENTASI EKONOMI ISLAM
Di Indonesia, perkembangan kajian dan praktek ekonomi Islam juga mengalami kemajuan yang pesat. Kajian-kajian ekonomi Islam telah banyak diselenggarakan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentum yang sangat berarti semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Pada saat itu keberadaan sistem perbankan Islam memperoleh dasar hukum secara formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Akan tetapi sesungguhnya geliat aksi maupun pemikiran ekonomi berdasarkan Islam di Indonesia, memiliki sejarah yang amat panjang. Sejarah mencatat, jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia,  pada tahun 1911  telah lahir organisasi Syarikat Dagang Islam yang dibidani oleh para entrepreneur dan para tokoh atau intelektual Muslim saat itu. 
Dapatlah dikatakan perkembangan ekonomi Islam yang sangat marak dewasa ini merupakan cerminan dan kerinduan ummat Islam Indonesia untuk berdagang, berinvestasi dan beraktivitas bisnis secara Islami, sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Komitmen dan dukungan Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan Islam di sisi lain merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan ummat dan telah menjadi lokomotif bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi Islam di Indonesia secara signifikan.  
Ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia yang berdampak terhadap goncangnya lembaga perbankan yang berakhir pada likuidasi sejumlah bank dan sebagian lagi di take over dengan bantuan BLBI, bank Islam malah terjadi sebaliknya semakin berkembang. Sejak tahun 1998, sistem perbankan Islam sebagai lokomotif gerakan ekonomi Islam di Indonesia, mencapai kemajuan dan pertumbuhan yang sangat pesat.
Namun demikian, sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan  tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda tersebut, setidaknya ada lima  problem dan  tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, pertama, masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif. Kedua, ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuangannya, ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai. Keempat, masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini, sehingga SDI di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan  ekonomi syariah yang memadai. Kelima , peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih belum optimal terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam. 
Untuk memberikan jawaban atas  masalah-masalah tersebut, digelar Seminar International ekonomi Islam yang dirangkaikan dengan simposium internasional ekonomi Islam dalam bentuk call for paper bagi para ahli dan peneliti ekonomi Islam. Pada kegaiatan akbar ini, akan berbicara 48 orang pakar ekonomi Islam dari dalam dan luar negeri dengan berbagai topik. Topik-topik makalah  diarahkan pada tataran implementasi strategis sehingga tidak hanya berkutat dalam wacana dan teori di atas kertas.  
Dahulu, kita memang banyak berteori dan berwacana di saat perbankan dan keuangan syariah belum lahir dan berkembang, tetapi alhamdulilah, hasil teori dan wacana tersebut telah membuahkan hasil yang menggembirakan. Faktanya, ialah saat ini di Indoenesia telah berkembang pesat lembaga perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, koperasi syariah BMT, pegadaian syariah dan leasing syariah. Hampir tidak ada perbankan konvensional yang tidak membuka unit syariah.  
Namun, gerakan ekonomi syariah ini tidak akan berdampak signifikan untuk kemakmuran dan kesejaheraan rakyat, tanpa dukungan dari semua lapisan masyaraka, pemerintah, ulama, akademisi dan pengusaha. Semoga acara ini membuka mata para ekonom, pemerintah dan ulama untuk mengimplemntasikan ekonomi Islam yang rahtamtan lilalamin dan kesejahteraan umat manusia

 KESIMPULAN
Perekonomian sebagai salah satu sendi kehidupan yang penting bagi manusia, oleh al-Qur’an telah diatur sedemikian rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah satu sumber labilitas perekonomian dunia. Al-Qur’an menggambarkannya sebagai orang yang tidak dapat berdiri tegak.
Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita harus dapat mengembalikan fungsi asli uang yaitu sebagai alat tukar / jual-beli. Memperlakukan uang sebagai komoditi dengan cara memungut bunga adalah sebuah dosa besar, dan orang-orang yang tetap mengambil riba setelah tiba larangan Allah, diancam akan dimasukkan ke neraka (Qs.al-Baqarah:275). Berdirinya Bank Muamalat Indonesia merupakan salah satu contoh tantangan untuk membuktikan suatu pendapat bahwa konsepsi Islam dalam bidang moneter dapat menjadi konsep alternatif.
Islam berbeda dengan paham Materialis yang berlebihan dalam mengumbar hawa nafsu manusia dan memberinya hak yang tak terbatas sehingga membengkak dan melampaui batas. Islam juga berbeda dengan Sosialisme yang berlebihan dalam menekan seseorang dan membebaninya dengan kewajiban-kewajiban yang berat sehingga tertekan dan merasa terus-menerus dalam kesulitan.
Sesungguhnya paham pertama di atas memihak perorangan dan mengesampingkan pertimbangan kemaslahatan bersama. Sedang yang kedua memihak masyarakat dengan menzhalimi hak-hak serta kebebasan individu. Kedua sistem tersebut berlebihan dalam memberikan nilai dunia lebih di atas perhitungan akhirat, dan memberikan kebutuhan jasmani lebih atas kebutuhan ruhani. Maka hanya Islamlah satu-satunya aturan yang bersih dari ekstrimitas yang dilakukan oleh kedua sistem tersebut dan penyimpangan keduanya ke arah ifrath (berlebihan) atau tafrith (mengurangi).
Islamlah yang memiliki aturan yang adil dan seimbang, yang membuat perimbangan antara hak-hak dan kewajiban, antara individu dan masyarakat, antara ruhani dan jasmani, dan antara dunia dan akhirat, tanpa berlebihan dan tanpa mengurangi. Sebagaimana dijelaskan oleh firman Allah SWT: "Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu." (Ar-Rahman: 8-9)

  SARAN
Negara kita memiliki potensi yang sangat luar biasa baik sumber daya alam ataupun sumber daya manusia. Menyedari hal ini maka para pengusaha harus memperhatikan hal ini agar dikelola dengan benar. Dikelola dengan sistem syariah yang telah diatus oleh Allah memalui Rasul-Nya agar timbul keberkahan dari langut dan bumi.
Ekonomi islam telah menjamur di Indonesia, maka sangat disayangkan bila dimanfaatkan untuk perbuatan yang mengarah kepada liberalisme ataupun kapitalisme, maka hal ini akan tidak ada manfaatnya sama sekali. Tujuan utama ekonomi syariat adalah menciptakan kesejahraan bersama yang beralaskan kesepakatan dan mengharamkan ribawi. Karena riba akan menciptakan jurang pemisah antara pemberi modal dengan pemakai modal.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, zainal.2010.Langkah Emas Pengusaha Muslim.Jakarta:Rumah Penerbit Almanar
Afzal-Ur-Rahman. Doktrin Ekonomi Islam.
Al-Maliki, Abdurrahman. Politik Ekonomi Islam. Al-Izzah.
Budiono. Ekonomi Mikro, BPFE-UGM.
Deliarnov. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2005.
Karim, M.Rusli(Editor). Berbagai Aspek Ekonomi Islam. P3EI UII Yogyakarta. PT.Tiara Wacana, YK-1992.
Lembar Jum’at Al-Miqyas – Edisi 71: Suku Bunga Tinggi atau Rendah Sama Saja, Forum Studi Al-Ummah, YK-1996.
Reksoprayitno, Soediyono. Pengantar Ekonomi Makro. BPFE Yogyakarta, 2000.
Sayid Sabiq. Unsur Dinamika Islam.
Soeharno. Teori Mikroekonomi. Penerbit Andi. Yogyakarta, 2007.
Sulaiman, Thahir Abdul Muhsin. Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam. Terjemahan Ansori Umar Sitanggal, Al-Ma’arif Bandung-1985.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar