BAB
I
PENDAHULUAN
Istilah
interferensi tidak akan lepas dari integrasi, karena merupakan dua topik dalam
pembahasan sosiolonguistik sebagai akibat dari pemakaian dua bahasa atau lebih
yang berbeda didalam masyarakat multilingual. Pemakaian dua bahasa atau lebih
maka akan ada campur kode ataupun alih kode dalam penggunaan bahasa dalam
berinteraksi dengan kelompok lain. Dalam interferensi terdapat kesalahan
struktur dari kaidah bahasa yang digunakan dengan kaidah bahasa lain. Tingkat
kesalahan dalam penggunaan dua bahasa atau lebih dalam satu percakapan adalah
sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa pada masyarakat tutur tersebut. Semakin
baik penggunaan bahasa keduam, semakin sedikit tingkat kesalahannya, karena
digunakan sesuai dengan kondisi dan sutuasi. Sedangkan penguasaan bahasa kedua
oleh masyarakat tutur kurang baik, maka akan semakin banyak kesalahan kaidah
dalam bahasa yang digunakan.
Mahasiswa
yang memilih jurusan bahasa dan sastra Arab tentunya menguasai bahasa Arab
sebagai bahasa keduanya (B2). Tentunya seluruh mahasiswa jurusan bahasa dan
sastra Arab menguasai bahasa Arab sebagai B2nya, tapi dengan tingkat kemampua
yang berbeda-beda. Ada yang B1 dengan B2 sama mahirnya, ada pula yang B2 kurang
mahir, sehingga penggunaan B1 lebih dominan disbanding B2.
Penulisan
makalah ini untuk mengetahui interferensi B1 terhadap B2 dalam interaksi di
kelas. Sample yang saya gunakan yaitu mahasiswa regular A angkatan 2010
BAB
II
PEMBAHASAN
Interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untuk menyebut
perubahan sistem suatu bahasa sebuhungan dengan adanya persentuhan dengan
bahasa lain yang digunakan oleh masyarakat tutur. Menurut Alwasilah (1985:131)
pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa
interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan
membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup
pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra
(1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan,
bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata
(morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna
(semantik) (Suwito,1985:5).
Kemampuan bahasa ibu (B1) dengan bahasa asing (B2) setip penutur
sangat berbeda-beda. Ada yang kemampuan B1 sama baiknya dengan B2, dan
sebaliknya. Ada pula yang B2 sangat minim. Menurut Ervin dan Osgood penutur
yang tingkat kemampuan B1 dan B2 sama baiknya disebut kemampuan bahasa sejajar,
sedangkan kemampuan B2 sangat minim disbanding B1, maka disebut kemampuan
bahasa majemuk. Penutur yang kemampuan B2 minim akan sangat kesulitan
dalam menggunakan B2, yang tentu saja akan di dominasi oleh B1-nya. Sehingga
akan terjadi "pengacauan" (Nababan 1984) dalam penggunaan bahasa,
karena struktur B2 di pengaruhi oleh struktur B1. Sedangkan menurut Hartman dan
Strok (1972:115) menyebutkan kejadian yang demikian bukanlah
"pengacauan", melainkan "kekeliruan" yang terjadi akbiat
terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran atau dialek B1 ke dalam B2.
Menurut
Soewito (1983:59) interferensi dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah berlaku
bolak-balik. Unsur bahasa Indonesia bisa masuk ke unsur bahasa daerah, begitu
pula sebaliknya. Hal ini dapat pula berlaku bagi mahasiswa. Bahasa Indonesia
sebagai bahasa ibu dan bahasa Arab sebagai bahasa kedua, maka dapat berlaku
bolak-balik. Artinya unsur bahasa Indonesia dapat masuk ke dalam bahasa Arab,
dan juga sebaliknya. Dengan demikian B1 dan B2 dapat saling brtukar unsur
leksikal.
Sebagian
mahasiswa angkatan 2010 kelas regular A dalam percakapan sehari-hari
menggunakan bahasa Arab. "Kapan nih Nisful Fatrohnya?"
seharusnya dalam kaidah bahasa Indonesia yang tepat adalah "Kapan ujian tengah
semester?" penggunaan kata Nisful Fatroh sudah wajar dikalangan
mahasiswa kelas regular A.
"أنا لا أعرف lho" (saya tidak tau lho )
"لماذا لا
تعرف؟" (kenapa kamu tidak tau?)
"أنا لا
أحضر هناك" (saya kan gak dateng ke
sana)
Percakapan
diatas menggunakan kaidah bahasa Indonesia, walaupun mengguakan bahasa Arab dalam
percakapannya. Dari percakapan diatas teori Soewito berlaku.
Berikut
ini adalah bahasa yang sering digunakan yang mengakibatkan interferensi :
فصل هناك خلاص
كيف ناتجتك؟
اُنظرْ فقط
ينام
دائما في الفصل
أستعير قلم
الأستاذ تحضر؟
خلاص, اكتب فقط!
صاحتي lho
Yang
seharusnya :
ذلك الفصل قد انتهى
كيف بناتجتك؟
اُنظرْ
ينام في الفصل دائما
أستعير قلمك
هل الأستاذ يـحضر؟
اكتب!
ها هي صاحتي
Dari
kalimat-kalimat diatas terjadi "pengacauan" kaidah bahasa Arab.
Kalimat diatas menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang hanya diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab tanpa menyesuaikan dengan kaidah bahasa Arab yang baku.
Penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan
penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh bahasa lain
(Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan bahasa kedua,
dan yang menginterferensi adalah bahasa ibu (B1).
Ardiana
(1940:14) membagi interferensi menjadi lima macam, yaitu :
1.
Interferensi
kultural dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan oleh dwibahasawan. Dalam
tuturan dwibahasawan tersebut muncul unsur-unsur asing sebagai akibat usaha
penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman baru.
2.
Interferensi
semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata yang mempunyai
variabel dalam suatu bahasa.
3.
Interferensi
leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata pinjaman atau integrasi
telah menyatu dengan bahasa kedua, sedangkan interferensi belum dapat diterima
sebagai bagian bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa pertama atau bahasa
asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu.
4.
Interferensi
fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan artikulasi.
5.
Interferensi
gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis dan sintaksis.
Yang
paling sering dikalangan mahasiswa bahasa Arab yaitu fonetik menggunakan logat
daerahnya. Kata باب (babun) pengucapan huruf /b/ dari kata babun
menggunakan logat Jawa dengan penekanan di huruf b. Kata لماذا (limadza)
pengucapan yang benar dengan huruf "dz" lidah depan dijepit
oleh gigi atas dan bawah. Tetapi yang saya temukan sebagian mahasiswa jurusan bahasa
Arab regular A 2010 khususnya yang berasal dari daerah betawi pengucapannya لماجا (limaja) fokal
/dz/ berubah menjadi /j/, bahkan ada pula yang mengucapkan لمازا (limaza) fokal /dz/ berubah menjadi /z/.
Selain
itu dalam menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa Arab pada kata "tidak
apa-apa" diterjemahkan menjadi لا لماذا لماذا (laa limadza limadza).
Penerjemahan seperti ini yang saya temui adalah terjemahan bahasa Indonesia ke
bahasa Arab dengan kata perkata. Kata "tidak bahasa" Arabnya لا sedangkan
"apa" bahasa Arabnya لماذا sehingga menjadi لا لماذا لماذا
BAB
III
PENUTUP
Interferensi
yang terjadi pada mahasiswa jurusan bahasa Arab bukan karena tidak menguasai قواعد اللغة العربية (kaidah bahasa Arab)
melainkan beberapa faktor. Menurut Weinrich (1970:64-65) ada beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain :
1.
kedwibahasaan
peserta tutur
2.
tipisnya
kesetiaan pemakai bahasa penerima
3.
tidak
cukupnya kosakata bahasa penerima
4.
menghilangnya
kata-kata yang jarang digunakan
5.
kebutuhan
akan sinonim
6.
prestise
bahasa sumber dan gaya bahasa
7.
terbawanya
kebiasaan dalam bahasa ibu
DAFTAR
PUSTAKA
Alwasilah, A
Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung:
Angkasa.
Ardiana, Leo
Idra. 1990. Analisis kesalahan Berbahasa. FPBS IKIP Surabaya.
Bawa, I Wayan.
1981. Pemakaian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar. Denpasar: Jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Chaer, Abdul
dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul.
1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Jendra. I
Wayan. 1991. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana.
Suwito. 1985. Pengantar
Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Cipta.
0 komentar:
Posting Komentar